Sabtu, 27 Maret 2010

soal metlit

1.a. Jelaskan dengan memberikan contoh istilah atau terminology berikut : masalah,rumusan masalah, tujuan penelitian, hipotesis.
b. Supaya masalah penelitian yang kita pilih benar-benar tepat, biasanya masih perlu di evaluasi . terdapat beberapa parameter yang dapat di gunakan dalam mengevaluasi masalah penelitian , jelaskan.

2. Dalam melakukan suatu penelitian ilmiah, saudara harus menggunakan teori. Coba saudara jelaskan :
a. Hhubungan antara teori dengan riset
b. Tujuan teori
c. Perbedaan kerangka teori dengan kerangka pemikiran

3.a. Dalam metode penelitian di kenal dua jenis desain penelitian, yaitu desain eksploratif dan desain konklusif. Jelaskan konsekuensi dari kedua jenis desain itu , terhadap ukuran subyek penelitian maupun instrumen yang di gunakan.
b Seorang peneliti mengadakan penelitian dengan tujuan untuk mengetahui apakah suatu konsepsi yang akan di terapkan di masa yang akan datang dapat di terapkan dalam kondisi atau situasi tertentu. Peneliti membuat suatu model tiruan, dan di uji cobakan dalam situasi dan kondisi dalam skala yang lebih kecil, dengan melibatkan orang-orang yang berkompetensi dengan konsep tersebut. Pendekatan apa yang di gunakan dalam penelitian tersebut , jelaskan .

4. Sebagian besar penelitian dilakukan dengan pemilihan sampel. Jelaskan mengapa.

Sabtu, 13 Maret 2010

DISAIN PENELITIAN

I. Pendahuluan
Untuk menyusun suatu desain penelitian yang baik perlu dipertimbangkan. Pertanyaan-pertanyaan berikut:
a. Cara pendekatan apa yang akan dipakai?
b. Metode apa yang akan dipakai?
c. Strategi apa yang kiranya paling efektif?
Keputusan mengenai desain penelitian apa yang akan dipakai akan tergantung kepada tujuan penelitian, sifat masalah yang akan digarap, dan berbagai alternative yang mungkin digunakan.

II. Pengertian Desain Penelitian
Desain penelitian menurut Aritonang R.(2007:82) :
a. Dalam arti sempit : berisikan rincian dari semua prosedur perolehan dan penganalisisan data empiris
b. Dalam arti luas : desain penelitian menacakup semua rencana pelaksanaan suatu penelitian, mulai dari adanya permasalahan sampai dengan kegiatan yang paling terakhir pada suatu penelitian.

Setelah hipotesis penelitian dirumuskan, semua kegiatan berikutnya pada suatu penelitian dimaksudkan untuk menguji kebenaran empiris dari hipotesis itu atau menjawab secara empiris permasalahan penelitian. Jadi, desain penelitian berisi perincian dari semua prosedur perolehan dan penganalisaan data empiris. Secara garis besar desain penelitian mencakup penentuan subjek (populasi, sampel), pengembangan instrumen untuk memperoleh data empiris, perolehan data, persiapan analitis, dan analisis data.

Menurut A.Suchman dalam bukunya yang berjudul The principle of Research Design and Administration (1967), Desain penelitian adalah semua proses yang diperlukan dalam perencanaan dan pelaksanaan penelitian. Dalam pengertian yang lebih sempit, desain penelitian hanya mengenai pengumpulan dan analisis data saja.

Dalam bukunya yang berjudul Research Designs and Strategies (1972), V.Shah mendefinisi desain penelitian mencakup proses-proses berikut:
a. Identifikasi dan pemilihan masalah penelitian.
b. Pemilihan kerangka konseptual untuk masalah penelitian serta hubungan-hubungan dengan penelitian sebelumnya.
c. Memformulasikan masalah penelitian termasuk membuat spesifikasi dari tujuan, luas jangkauan dan hipotesa untuk diuji.
d. Membangun penyelidikan atau percobaan.
e. Memilih serta memberikan definisi terhadap pengukuran variabel-variabel.
f. Memilih prosedur dan teknik sampling yang digunakan.
g. Menyusun alat serta teknik untuk mengumpulkan data.
h. Membuat coding, serta mengadakan editing dan processing data.
i. Menganalisa data seta pemilihan prosedur statistik untuk mengadakan generalisasi serta inferensi statistic
j. Pelaporan hasil penelitian, termasuk proses penelitian, diskusi serta interpretasi data, generalisasi, kekurangan-kekurangan dalam penemuan serta menganjurkan beberapa saran-saran dan penelitian yang akan dating.

III. Ciri-ciri Desain Penelitian
Menurut Moh.Nazir (1988:100), Desain penelitian mempunyai ciri-ciri dimana desain penelitian tidak pernah dilihat sebagai ilmiah atau tidak ilmiah, tetapi dilihat dari segi baik atau tidak baik saja. Karena desain juga mencakup rencana studi maka di dalamnya selalu ada trade off antara kontrol atau tanpa kontrol, antara objektivitas dengan subjektivitas. Desain tergantung dari derajat akurasi yang diinginkan, level pembuktian dari tingkat perkembangan dari bidang ilmu yang bersangkutan.
Desain yang tepat sekali tidak pernah ada. Hipotesis dirumuskan bisa dalam bentuk alternatif, karena itu desain juga, dapat berbentuk alternatif-alternatif. Desain yang dipilih biasanya merupakan kompromi, yang banyak ditentukan oleh pertimbangan-pertimbangan praktis.
Menurut (Suchman, 1967):Desain yang ideal sekurang-kurangnya harus mempunyai ciri-ciri berikut ini
• Dibentuk berdasarkan metode ilmiah.
• Dapat dilaksanakan dengan data dan teknik yang ada
• Cocok untuk tujuan penelitian, dalam artian harus menjamin validitas penemuan untuk memecahkan masalah
• Harus ada originalitas dalam membuat desain yang iventif sifatnya
• Ada keindahan dalam desain, dalam artian bahwa desain tersebut seimbang.
• Desain harus cocok dengan biaya penelitian, dan dengan kemampuan sumber manusia.

IV. Klasifikasi desain penelitian
Pada saat ini bermacam-macam desain penelitian telah dikembangkan, dan untuk mengikhtisarkan berbagai desain penelitian tersebut digolongkan berdasarkan dari sifat-sifat masalahnya.
Menurut Sumadi Suryabrata (1990:16) berbagai macam desain penelitian dapat digolongkan menjadi sembilan macam kategori:
1. Desain Penelitian Historis
2. Desain Penelitian Deskriptif
3. Desain Penelitian Perkembangan
4. Desain Penelitian Kasus dan Lapangan
5. Desain Penelitian Korelasional
6. Desain Penelitian Kausal-Komparatif
7. Desain Penelitian Eksperimental-Sungguhan
8. Desain Penelitian Eksperimental-Semu
9. Desain Penelitian Tindakan
Desain Penelitian Historis
Menurut Sumadi Suryabrata (1990:16-19), bertujuan untuk membuat rekonstruksi masa lampau secara sistematis dan obyektif, dengan cara mengumpulkan, mengevaluasi, memverifikasikan, serta mensistesiskan bukti-bukti untuk menegakkan fakta dan memperoleh kesimpulan yang kuat.
Contoh: Studi mengenai praktek “Bawon” di daerah pedesaan di jawa tengah, yang bermaksud memahami dasar-dasarnya diwaktu yang lampau serta relevansinya untuk waktu kini; studi ini di maksudkan juga untuk mentest hipotesis bahwa nilai-nilai sosial tertentu serta rasa solidaritas memainkan peranan penting dalam berbagai kegiatan ekonomi pedesaan.
Ciri-ciri desain penelitian histories:
• Desain penelitian histories lebih tergantung pada data yang diobservasi orang lain daripada yang diobservasi oleh peneliti sendiri
• Penelitian histories haruslah tertib-ketat, sistematis, dan tuntas; seringkali desain penelitian histories hanyalah koleksi informasi-informasi yang tak layak, tak reliable, dan berat sebelah.
• Tergantung dari 2 macam data, yaitu data primer dan data sekunder. Data primer diperoleh dari sumber primer, yaitu si peneliti secara langsung melakukan observasi atau penyaksian kejadian-kejadian yang dituliskan. Sedangkan data sekunder diperoleh dari sumber sekunder, yaitu peneliti melaporkan hasil observasi orang lain.
• Untuk menentukan bobot data, biasa dilakukan dua macam kritik, yaitu kritik eksternal dan kritik internal. Kritik eksternal menayakan “Apakah dokumen relik itu autentik”, sedang kritik internal menanyakan “Apabila data itu autentik, apakah data tersebut akurat dan relevan”. Kritik internal harus menguji motif, keberat-sebelahan, dan keterbatasan si penulis yang mungkin melebih-lebihkan atau mengabaikan sesuatu dan memberikan informasi yang palsu

Desain Penelitian Deskriptif
Menurut Sumadi Suryabrata (1990:19-21), penelitian ini betujuan untuk membuat pencandraan secara sistematik, faktual, dan akurat mengenai fakta-fakta dan sifat-sifat populasi atau daerah tertentu.
Perbedaan penelitian deskriptif dengan eksperimen terletak pada ada tidaknya variable independent yang di manipulasi. Variabel independent yang dimanipulasi itu disebut variable perlakuan karena ada perlakuan tertentu yang secara sengaja dibuat oleh peneliti terhadap variable independent itu sedemikian rupa sehingga variable dependennya akan berada dalam keadaan yang diinginkan oleh si peneliti. Misalnya, agar volume penjualan suatu produk meningkat di waktu yang akan datang, peneliti meningkatkan biaya promosinya. Dalam hal ini, variable independent yang dimanipulasi adalah biaya promosi dan varibel dependennya adalah volume penjualan.
Contoh lainnya:
• Penelitian mengenai hubungan antara besarnya biaya iklan dan volume penjualan selama 25 kuartal yang lalu.
• Studi mengenai kebutuhan tenaga kerja akademik pada suatu kurun waktu tertentu.

Menurut Lerbin. R. Aritonang. R (2007:84-85), definisi desain deskriptif adalah permasalahan pada penelitian konklusif telah dapat didefinisikan dan diidentifikasi secara jelas karena peneliti telah memiliki pengetahuan yang memadai mengenai permasalahan itu. Sebagian dari pengetahuan itu biasanya diperoleh dari hasil penelitian eksploratif. Berdasarkan pengetahuan itu pula, hipotesis pada penelitian konklusif dapat dirumuskan. Tujuan penelitian konklusif adalah untuk menguji kebenaran empiris dari suatu hipotesis yakni kebenaran mengenai empiris kaitan antardua atau lebih variabel penelitian yang dirumuskan pada hipotesisnya.
Perbedaan penelitian deskriptif dan eksperimen terletak pada ada tidaknya variabel independen yang dimanipulasi. Pada penelitian deskriptif tidak ada variabel yang dimanipulasi, sedangkan pada penelitian eksperimen ada variabel yang dimanipulasi. Variabel independen yang dimanipulasi itu disebut juga sebagai variabel perlakuan karena ada perlakuan (treatment) tertentu yang secara sengaja dibuat oleh peneliti terhadap variabel independen itu sedemikan rupa sehingga variabel dependennya akan berada dalam keadaan yang diinginkan oleh si peneliti. Misalnya, agar volume penjualan suatu produk meningkat di waktu yang akan datang peneliti meningkatkan biaya promosinya. Dalam hal ini, variabel independen yang dimanipulasi adalah biaya promosi dan variabel dependennya adalah volume penjualan. Perlakuannya adalah berupa peningkatan biaya promosi. Contoh dari desain deskriptif adalah penelitian mengenai hubungan antara besarnya biaya iklan (variabel independen) dan volume penjualan (variabel dependen) selama 25 kuartal yang lalu. Dalam hal ini, data mengenai variabel independen maupun dependennya selama 25 kuartal itu telah ada sebelum dan pada saat penelitian dilakukan. Jadi, datanya sudah ada dan tidak ada variabel yang dimanipulasi. Penelitian yang dekimian disebut juga sebagai penelitian ex post facto.
Dari uraian mengenai adanya variabel independen yang dimanipulasi pada penelitian eksperimen (kausal) di atas, kita dapat mengetahui bahwa datanya sengaja diciptakan. Dalam kaitan itu, variabel independen itu disebut juga sebagai variabel pengaruh dan variabel dependennya disebut variabel terpengaruh. Sebaliknya, pada penelitian deskriptif tidak ada variabel yang dimanipulasi, jadi data pada penelitian deskriptif bersifat given, sudah tertentu, sudah ada sebelum penelitian dilakukan, dan bukan data yang diciptakan melalui variabel perlakuan tertentu. Dengan demikian, istilah pengaruh atau sejenisnya tidaklah selayaknya digunakan pada perumusan permasalahan maupun hipotesis pada penelitian deskriptif.
Sebagaimana dikemukakan di atas, subjek, atau responden pada penelitian deskriptif lebih banyak daripada penelitian eksploratif. Konsekuensi dari hal itu adalah bahwa instrumen yang digunakan untuk memperoleh data empiris pada penelitian deskriptif (maupun kausal) adalah instrumen yang dapat diadministrasikan pada sejumlah besar subjek secara sekaligus, seperti angket. Data yang dikumpulkan pada penelitian konklusif umumnya adalah data kuantitatif dan teknik analisis data yang digunakan juga adalah teknik analisis untuk data kuantitatif.
Penelitian deskriptif dibedakan menjadi penelitian cross-sectional dan longitudinal. Variable pada penelitian cross-sectional diukur satu kali pada waktu yang (relatif) bersamaan, misalnya penelitian yang dilakukan untuk mengetahui apakah terdapat hubungan antara tingkat harga dan tingkat penjualan dari suatu produk. Untuk itu, data mengenai tingkat harga dan penjualan itu, misalnya, diperoleh dari beberapa pengecer. Dari tiap pengecer diminta data mengenai tingkat harga yang diberlakukan dan tingkat penjualan yang dicapainya. Perolehan data itu dilakukan selama satu minggu atau satu bulan, misalnya. Adakalanya penelitian cross-sectional itu disebut juga sebagai survei sampel bila hanya sebagian dari subjek populasinya yang diteliti.
Variabel pada penelitian longitudinal diukur beberapa kali pada waktu yang berbeda-beda dan dalam rentang waktu yang relatif lama. Untuk contoh mengenai penelitian cross-sectional di atas misalnya, data yang diperoleh adalah data untuk tiap tahun selama sepuluh tahun terakhir dari satu pengecer. Jadi, pengukuran dilakukan sebanyak sepuluh kali. Tujuan penelitian longitudinal itu biasanya adalah untuk mengetahui perkembangan dari suatu variabel yang melekat pada subjeknya. Contoh lainnya adalah penelitian mengenai sejumlah konsumen untuk mengetahui pola perkembangan perilakunya dalam berbelanja selama kurun waktu sepuluh tahun.
Penelitian longitudinal dibedakan lagi menjadi true panel atau disebut juga sebagai time series dan omnibus panel. Bila variable yang diteliti adalah variable yang sama dan hanya satu variable, maka penelitiannya disebut true panel. Bila lebih dari satu variabel yang diteliti dan diukur pada waktu yang berbeda adalah variabel yang berbeda, maka penelitiannya disebut omnibus panel.
Tipe lain dari penelitian deskriptif adalah cohort. Penelitian ini dilakukan terhadap sekelompok subjek yang memiliki usia (yang relatif) sama, sebaya, yang mengalami peristiwa tertentu
Menurut Shah (1972), yang dimaksud dengan desain penelitian deskriptif, yaitu penelitian yang noneksperimental dapat dibagi atas penelitian deskriptif dan penelitian analitis. Penelitian deskriptif adalah studi untuk menemukan fakta dengan interpretasi yang tepat. Dalam desain studi deskriptif ini, termasuk desain untuk studi formulatif dan eksploratif yang berkehendak hanya untuk mengenal fenomena-fenomena untuk keperluan studi selanjutnya. Dalam studi deskriptif juga termasuk:
1. studi untuk melukiskan secara akurat sifat-sifat dari beberapa fenomena, kelompok atau individu;
2. studi untuk menentukan frekuensi terjadinya suatu keadaan untuk meminimisasikan bias dan memaksimumkan reliabilitas.
Di samping penelitian deskriptif, terdapat juga desain untuk penelitian analitis. Walaupun sangat kecil perbedaan antara studi deskriptif dan analitis, tetapi pada studi analitis, analisa ditujukan untuk menguji hipotesa-hipotesa dan mengadakan interpretasi yang lebih tenang dalam hubungan-hubungan. Berbeda dengan penelitian eksperimen, pada desain penelitian analitis ini, analisa dikerjakan berdasarkan data ex post facto. Desain studi analisa lebih banyak dibatasi oleh keperluan-keperluan pengukuran-pengukuran, dan menghendaki suatu desain yang menggunakan model seperti pada desain percobaan.
Sesuai dengan metode penelitian, maka desain deskriptif dan analisa dapat dibagi pula atas tiga, yaitu: desain studi historis, desain studi kasus, dan desain survei. Seperti sudah dijelaskan, metode penelitian sejarah mencakup empat aspek, yaitu: mencari material historis, menguji secara kritis asal dan keaslian sumber sejarah serta validitas dari isi sumber tersebut memberikan interpretasi dan pengelompokkan dari fakta-fakta serta hubungannya, dan formulasi serta melukiskan hasil penemuan. (Gee, 1950)
Sedangkan pada desain studi kasus, unit sosial selalu dilihat sebagai suatu keseluruhan, apakah unit tersebut adalah perseorangan, keluarga ataupun kelompok sosial lainnya. Penelitian biasanya mencakup hubungan-hubungan atau proses seperti krisis dalam keluarga, pembentukan kesetiakawanan, masalah penyesuaian terhadap penyakit, dan sebagainya. Sedangkan desain untuk survei mengikuti pola percobaan dengan kontrol statistik ataupun dengan analisa korelasi atau regresi, dalam menentukan tingkat hubungan yang terjadi.

Desain Penelitian Perkembangan
Menurut Sumadi Suryabrata (1990:21-23), desain ini merupakan perluasan dari desain deskriptif dan dapat dibedakan menjadi penelitian cross-sectional dan longitudinal.
Variabel pada penelitian cross-sectional diukur satu kali pada waktu yang bersamaan
Contoh, penelitian yang dilakukan untuk mengetahui apakah terdapat hubungan antara tingkat harga dan tingkat penjualan dari suatu produk. Untuk itu, data mengenai tingkat harga dan penjualan itu, misalnya, diperoleh dari beberapa pengecer. Dari tiap pengecer diminta data mengenai tingkat harga yang diberlakukan dan tingkat penjualan yang dicapainya, perolehan data dilakukan selama satu minggu atau satu bulan.
Variabel pada penelitian longitudinal diukur beberapa kali pada waktu yang berbeda-beda dan dalam rentang waktu yang relative lama.
Contoh, penelitian mengenai sejumlah konsumen untuk mengetahui pola perkembangan perilakunya dalam berbelanja selama kurun waktu sepuluh tahun.
Longitudinal dibedakan lagi menjadi True Panel ( Time Series) dan Omnibus Panel. Bila variable yang diteliti adalah variable yang sama dan hanya satu variable, maka penelitiannya disebut True Panel. Bila lebih dari satu variable yang diteliti dan diukur pada waktu yang berbeda adalah variable yang berbeda, maka penelitiannya disebut Omnibus Panel.

Desain Penelitian Kasus dan Lapangan
Menurut Sumadi Suryabrata (1990:23-26), bertujuan untuk mempelajari secara intensif tentang latar belakang keadaan sekarang, dan interaksi lingkungan sesuatu unit social : individu, kelompok, lembaga, atau masyarakat.
Contoh:
• Studi secara mendalam mengenai seorang anak yang mengalami ketidak-mampuan belajar yang dilakukan oleh seorang ahli psikologi.
• Studi lapangan mengenai kebudayaan kelompok-kelompok masyarakat terpencil.
Ciri-ciri:
• Penelitian kasus adalah penelitian yang mendalam mengenai unit social tertentu yang hasilnya merupakan gambaran yang lengkap dan terorganisasi baik mengenai unit tersebut.
• Desain penelitian kasus cenderung digunakan untuk meneliti jumlah unit yang kecil tetapi mengenai variable-variabel dan kondisi-kondisi yang besar jumlahnya.

Keunggulan-keunggulan.
• Penelitian kasus sangat berguna untuk informasi latar belakang guna perencanaan penelitian yang lebih besar dalam ilmu-ilmu social. Karena studi yang demikian itu intensif sifatnya, studi tersebut menerangi variable-variabel yang penting, proses-proses, dan interaksi-interaksi, yang memerlukan perhatian yang lebih luas. Penelitian kasus itu merintis dasar baru dan seringkali merupakan sumber hipotesis untuk penelitian lebih jauh.
• Data yang diperoleh dari penelitian kasus memberikan contoh-contoh yang berguna untuk memberikan ilustrasi mengenai penemuan-penemuan yang digeneralisasikan dengan statistic.
Kelemahan-kelemahan:
• Karena fokusnya yang terbatas pada unit-unit yang sedikit jumlahnya, penelitian kasus itu terbatas sifat representatifnya. Studi yang demikian itu tidak memungkinkan generalisasi kepada populasi, sebelum penelitian lanjutan yang berfokus pada hipotesis-hipotesis tertentu dan menggunakan sample yang layak selesai dikerjakan.

Desain Penelitian Korelasional
Menurut Sumadi Suryabrata (1990:26-28) untuk mendeteksi sejauh mana variasi-variasi pada suatu factor yang berkaitan dengan variasi-variasi pada satu atau lebih faktor lain berdasarkan pada koefisien korelasi.
Contoh:
• Studi yang mempelajari saling hubungan antara skor pada test masuk perguruan tinggi dengan indeks prestasi.
• Studi untuk meramalkan keberhasilan belajar berdasarkan atas skor pada test bakat.
Ciri-ciri:
• Penelitian ini cocok dilakukan bila variable yang diteliti rumit atau tidak dapat diteliti dengan metode eksperimental atau tidak dapat dimanipulasi.
• Memungkinkan pengukuran beberapa variable dan saling berhubungannya secara serentak dalam keadaan realistiknya.
• Apa yang diperoleh adalah taraf atau tinggi-rendahnya saling hubungan dan bukan ada atau tidak adanya saling hubungan tersebut.

Kelemahan:
• Hasilnya Cuma mengidentifikasikan apa sejalan dengan apa, tidak mesti menunjukan saling hubungan yang bersifat kausal.
• Jika dibandingkan dengan penelitian eksperimental, penelitian korelasional itu kurang tertib-ketat, karena kurang melakukan kontrol terhadap variable-variabel bebas.
• Pola saling hubungan itu sering tak menentu dan kabur.
• Sering merangsang penggunaanya sebagai semacam short-gun approach, yaitu memasukkan berbagai data tanpa pilih-pilih dan menggunakan setiap interpretasi yang berguna atau bermakna.

Desain Penelitian Kausal-Komparatif
Menurut Sumadi Suryabrata (1990:28-32) bertujuan untuk menyelidiki kemungkinan sebab-akibat dengan cara : berdasarkan atas pengamatan terhadap akibat yang ada mencari kembali factor yang mungkin menjadi penyebab melalui data tertentu. Hal ini berlainan dengan metode eksperimental yang mengumpulkan datanya pada waktu kini dalam kondisi yang di kontrol.

Desain Penelitian Eksperimental-Sungguhan
Menurut Sumadi Suryabrata (1990:32-36) bertujuan untuk menyelidiki kemungkinan hubungan sebab akibat dengan desain dimana secara nyata ada kelompok perlakuan dan kelompok control dan membandingkan hasil perlakuan dengan kontrol yang tidak dikenai kondisi perlakuan.
Contoh:
• Penelitian untuk menyelidiki pengaruh dua metode mengajar sejarah pada murid-murid kelas III SMA sebagai fungsi ukuran kelas dan taraf intelegensi murid, dengan cara menempatkan guru secara random berdasarkan inteligensi, ukuran kelas, dan metode mengajar.
• Penelitian untuk menyelidiki efek program pencegahan penyalahgunaan obat terhadap sikap murid-murid SMP, dengan menggunakan kelompok eksperimen, dan kelompok kontrol, dan dengan menggunakan rancangan pretest-posttest dimana hanya separuh dari murid-murid itu secara random menerima pretest untuk menentukan seberapa besarnya perubahan sikap itu dapat dikatakan disebabkan oleh pretesting atau oleh program pendidikan.
• Penelitian untuk menyelidiki efek pemberian tambahan-makanan disekolah kepada murid-murid SD di suatu daerah dengan memperhatikan keadaan social-ekonomi orang tua dan taraf intelegensi.

Ciri-ciri:
• Menuntut pengaturan variable dan kondisi eksperimental secara tertib-ketat, baik dengan kontrol atau manipulasi langsung maupun dengan randomisasi.
• Secara khas menggunakan kelompok kontrol sebagai “garis-dasar” untuk dibandingkan dengan kelompok yang dikenai perlakuan eksperimental
• Memusatkan usaha pada pengontrolan varians untuk memaksimalkan varians variable yang berkaitan dengan hipotesis penelitian; untuk meminimalkan varians variable pengganggu atau yang tidak diinginkan yang mungkin mempengaruhi hasil eksperimen, tetapi yang tidak menjadi tujuan penelitian; untuk meminimalkan varians kekeliruan atau varians rambang, termasuk apa yang disebut kekeliruan pengukuran.
• Internal validity adalah sine qua non untuk rancangan ini dan merupakan tujuan pertama metode eksperimental
• Tujuan kedua adalah external validity, yang menayakan : seberapa representatifkah penemuan-penemuan penelitian ini dan seberapa jauh hasil-hasilnya dapat digeneralisasikan kepada subyek-subyek atau kondisi-kondisi yang semacam?
• Dalam rancangan eksperimental yang klasik, semua variable penting diusahakan agar konstan kecuali variable perlakuan yang secara sengaja dimanipulasi atau dibiarkan bervariasi.
• Walaupun cara pendekatan eksperimental itu adalah yang paling kuat kara cara ini memungkinkan untuk mengontrol variable-variabel yang relevan, namun cara ini juga paling restriktif dan dibuat-buat. Cirri inilah yang merupakan kelemahan utama kalau metode ini dikenakan kepada manusia dalam dunianya, karena manusia sering berbuat lain apabila tingkah lakunya dibatasi secara artificial, dimanipulasikan, atau diobservasi secara sistematis atau dievaluasi.

Menurut Lerbin. R. Aritonang. R (2007:91), desain eksperimen yang sebenarnya terdiri atas desain kelompok kontrol dan pengukuran ulang, desain kelompok kontrol hanya pasca-pengukuran dan desain empat kelompok Solomon.

Desain Penelitian Eksperimental-Semu
Menurut Sumadi Suryabrata (1990:36-38) bertujuan untuk memperoleh informasi yang merupakan perkiraan yang sebenarnya dalam keadaan yang tidak memungkinkan untuk mengontrol dan memanipulasi semua variable yang relevan. Si peneliti harus dengan jelas mengerti kompromi-kompromi apa yang ada pada internal validity dan external validity rancangannya dan berbuat sesuai dengan keterbatasan-keterbatasan tersebut.

Contoh :
• Penelitian untuk menilai keefektifan tiga cara mengajar konsep-konsep dasar dan prinsip ekonomi di SD apabila guru-guru tertentu dapat secara sukarela menjalankan pengajaran itu karena tertarik akan bahannya.
• Penelitian pendidikan yang menggunakan pretest-posttest, yang didalamnya variable-variabel seperti kematangan, efek testing, regresi statistic, atrisi selektif, dan adaptasi tidak dapat dihindari atau justu terlewat dari penelitian.
• Berbagai penelitian mengenai problem social seperti kenakalan, keserakahan, merokok, jumlah penderita penyakit jantung, dan sebagainya, yang didalmnya kontrol dan manipulasi tidak selalu dapat dilakukan.
Ciri-ciri:
• Penelitian eksperimental-semu secara khas mengenai keadaan praktis, yang didalamnya adalah tidak mungkin untuk mengontrol semua variable yang relevan kecuali beberapa dari variable-variabel tersebut. Si peneliti mengusahakan untuk sampai sedekat mungkin dengan ketertiban penelitian eksperimental yang sebenarnya, dengan hati-hati menunjukan perkecualian dan keterbatasannya.
• Perbedaan antara penelitian eksperimental-sungguhan dan penelitian eksperimental-semu adalah kecil, terutama kalau yang dipergunakan sebagai subyek adalah manusia, misalnya dalam psikologi.
• Walaupun penelitian tindakan dapat mempunyai status eksperimental-semu, namun seringkali penelitian tersebut sangat tidak formal, sehingga perlu diberi kategori tersendiri. Sekali rencana penelitian telah dengan sistematis menguji masalah validitas, bergerak menjauhi alam intuitif dan penjelajahan maka permulaan metode eksperimental telah mulai terwujud.

Menurut Lerbin. R. Aritonang. R (2007:92), desain eksperimen semu terdiri atas desain runtut waktu tunggal dan ganda. Desain ini digunakan pada dua kondisi:
• Peneliti tidak dapat melakukan pengendalian ketika pengukuran dilakukan dan terhadap siapa dilakukan, serta
• Pengendalian peneliti terhadap penjadualan perlakuan kurang dapat dilakukan dan peneliti tidak dapat menghadapkan subjek pada perlakuan secara acak.

Desain Penelitian Tindakan
Menurut Sumadi Suryabrata (1990:38-39) bertujuan untuk mengembangkan keterampilam-keterampilan baru atau cata pendekatan baru dan untuk memecahkan masalah dengan penerapan langsung didunia kerja atau dunia actual yang lain.
Contoh:
• Suatu program inservice training untuk melatih para konselor bekerja dengan anak putus sekolah;
• untuk menyusun program penjajagan dalam pencegahan kecelakaan pada pendidikan pengemudi;
• untuk memecahkan masalah apatisme dalam penggunaan teknologi modern atau metode menanam padi yang inovatif.

Ciri-ciri:
• Praktis dan langsung relevan untuk situasi actual dalam dunia kerja.
• Menyediakan rangka-kerja yang teratur untuk pemecahan masalah dan perkembangan-perkembangan baru, yang lebih baik daripada pendekatan impresionistik dan fragmentaris. Cara penelitian ini juga empiris dalam artian bahwa penelitian tersebut mendasarkan diri kepada observasi actual dan data mengenai tingkah laku, dan tidak berdasar pada pendapat subyektif yang didasarkan pada pengalaman masa lampau.
• Fleksibel dan adaptif, membolehkan perubahan-perubahan selama masa penelitiannya dan mengorbankan kontrol untuk kepentingan on-the-spot experimentation dan inovasi
• Walaupun berusaha supaya sistematis, namun penelitian tindakan kekurangan ketertiban ilmiah, karenanya validitas internal dan eksternalnya adalah lemah. Tujuan situasional, sampelnya terbatas dan tidak representative, dan kontrolnya terhadap variable bebas sangat kecil. Karena itu, hasil-hasilnya walaupun berguna untuk dimensi praktis, namun tidak secara lansung memberi sumbangan kepada ilmunya.
McGrath (1970) membagi desain penelitian atas lima, yaitu: percobaan dengan kontrol, studi, survei, investigasi, dan penelitian tindakan.
Sedangkan Barnes (1964) membagi desain penelitian atas:
1. studi ”sebelum-sesudah” dengan kelompok kontrol,
2. Studi ”Sesudah Saja” dengan kelompok kontrol,
3. Studi ”Sebelum-Sesudah” dengan satu kelompok,
4. Studi ”Sesudah Saja” tanpa kontrol dan,
5. Percobaan ex post facto
Sedangkan Selltiz, et. al., (1964) membagi desain penelitian atas tiga yaitu:
1. desain untuk studi eksploratif dan formulatif,
2. desain untuk studi deskriptif, dan
3. desain untuk menguji hipotesa kausal.


Desain untuk penelitian yang ada kontrol
Menurut Shah (1972) Desain penelitian ini adalah desain percobaan atau desain bukan percobaan. Kedua desain tersebut mempunyai kontrol. Dalam desain percobaan, beberapa variabel dikontrol, dan beberapa merupakan kontrol. Dalam percobaan, si peneliti mengadakan manipulasi terhadap beberapa variabel atau faktor yang merupakan fenomena yang menyebabkan munculnya hasil yang sedang diteliti. Desain percobaan biasanya dipakai untuk meneliti fenomena natura.
Di lain pihak, terdapat kesulitan untuk mengadakan percobaan jika objeknya adalah manusia. Dalam hal ini maka percobaan sejati tidak bisa dilakukan. Karena itu, si peneliti mengadakan percobaan semu dengan kontrol yang tidak berapa ketat. Kontrol ini dapat dilaksanakan dengan randomisasi, manipulasi melalui pemilihan kelompok yang mempunyai sifat atau karakter yang berbeda, dan dengan mengontrol secara statistik. Karena kelompok kontrol ditentukan secara alamiah tanpa manipulasi, maka sukar dipastikan apakah adanya hubungan secara statistik antara fenomena memang disebabkan oleh variabel yang sedang diteliti atau oleh variabel luar lainnya.

Desain untuk studi lapangan
Menurut Shah (1972). Desain percobaan dapat dilihat dari sudut apakah penelitian tersebut merupakan setting dengan menggunakan lapangan atau tidak. Desain penelitian sejarah, misalnya, kurang menggunakan penelitian lapangan, karena banyak kerja penelitian dilakukan untuk mencari dokumen-dokumen di musium, perpustakaan, dan sebagainya. Sebaliknya desain untuk penelitian percobaan lebih banyak dilakukan di lapangan. Keadaan serta tingkat kontrol yang dapat dilakukan juga dipengaruhi oleh ada tidaknya kerja lapangan dalam penelitian.
Pada metode sejarah, kerja di lapangan hanya merupakan sebagian dari kerja penelitian seluruhnya. Walaupun teknik dalam metode kasus dan metode sejarah hampir bersamaan, tetapi secara relatif, desain studi kasus lebih banyak melakukan kerja lapangan dibandingkan dengan metode sejarah.
Metode survei menggunakan kombinasi dari teknik yang mencakup sampel yang cukup besar sampai teknik pengamatan yang kurang formal dengan sampek kecil dan kualitatif, ataupun studi yang cukup intensif mengenai suatu fenomena. Metode survei dilaksanakan di lapangan, karenanya desain untuk penelitian survei sangat bergantung dari pemilihan responden, pemilihan alat pengumpulan data, prosedur-prosedur yang dilaksanakan serta kondisi di lapangan.
Desain percobaan dengan mempertimbangkan ada tidaknya penelitian lapangan sangat erat hubungannya dengan ada tidaknya kontrol dalam mengumpulkan data. Peneliti dapat membuat kontrol yang ketat pada percobaan laboratorium. Kemampuan memakai kontrol sedikit berkurang jika desain percobaan dilakukan di lapangan. Kontrol semakin berkurang jika desain non eskperimental dilaksanakan di lapangan. Kontrol boleh dikatakan tidak ada sama sekali jika desain non experimental dilakukan bukan sepenuhnya di lapangan dalam mengumpulkan data seperti desain metode sejarah.

Desain untuk studi dengan dimensi waktu
Menurut Shah (1972). Dalam hubungannya dengan waktu serta pengulangan penelitian, maka kita lihat bahwa penelitian percobaan dan penelitian dengan menggunakan metode sejarah memakai desain dimana penyelidikan dilakukan dalam suatu interval waktu tertentu. Tetapi dalam desain survei, masalah waktu yang digunakan dalam mengumpulkan data perlu sekali diperhatikan. Jika data dikumpulkan dengan cara cross section, maka penelitian dinamakan one time cross sectional study. Tetapi jika data dikumpulkan untuk suatu periode tertentu, dan responden yang digunakan pada periode lain adalah kelompok yang tidak serupa dengan kelompok pada pengumpulan data pertama, maka desain tersebut dinamakan desain studi panel. Jika data dikumpulkan pada lebih dari dua titik waktu dengan menggunakan kelompok responden yang sama, maka desain studi dinamakan studi longitudinal.
Jika data dikumpulkan beberapa kali dengan interval yang reguler yang memakai suatu interval yang lama, maka penelitian tersebut dinamakan studi time series, atau studi trend. Dalam studi trend, desain yang digunakan adalah membuat perbandingan antara kelompok percobaan sebelum perbandingan antara kelompok percobaan sebelumnya, dengan kelompok kontrol sesudah itu. Masalah dalam desain ini timbul karena sukar mengamati perubahan-perubahan internal dan checking dibatasi dengan hanya mencocokkan kelompok internal dengan kelompok percobaan.

Desain untuk studi evaluatif nonevaluatif
Menurut Shah (1972), dalam suatu horizon penelitian, maka dapat dipikirkan suatu penelitian yang melulu dengan tujuan mengumpulkan pengetahuan atau penelitian dasar, dan pada ujung horizon lain adanya penelitian tindakan yang bertujuan terapan yang hasilnya dengan segera diperlukan untuk merumuskan kebijakan. Kemudian terdapat pula suatu penelitian yang dinamakan penelitian evaluatif, yang merupakan penelitian yang berhubungan keputusan administratif terhadap aplikasi hasil penelitian Suchman (1967), memberi definisi penelitian evaluatif sebagai penentuan (apakah berdasarkan opini, catatan, data subjektif atau objektif) hasil (apakah baik atau tidak baik, sementara atau permanen, segera ataupun difunda) yang diperoleh dengan beberapa kegiatan (suatu program, sebagian dari program, dan sebagainya) yang dibuat untuk memperoleh suatu tujuan tentang nilai atau performance. Kita lihat bahwa orientasi dari penelitian evaluatif hádala asesmen atau apraisal dari kualitas dan kuantitas kegiatan serta meneliti faktor-faktor yang membuat kegiatan tersebut berhasil. Dalam penelitian evaluatif ini, peneliti harus membuat desain sehingga pertanyaan-pertanyaan tentang aspek-aspek evaluasi dapat terjawab. Misalnya, pertanyaan tentang kualitas dan kuantitas upaya, hasil dari upaya, efisiensi, spesifikasi mengapa dan bagaimana program tersebut sukses dan sebagainya. Desain penelitian hampir selalu menjurus lepada model percobaan sebelum-dan-sesudah pengukuran dari kelompok percobaan dan kelompok kontrol. Desain. Desain harus berisi analisa, bisa di lapangan atau tidak di lapangan. Desain penelitian evaluatif harus selalu mengenai perubahan yang terjadi menurut waktu.
Walaupun tujuan dari penelitian evaluatif dan penelitian nonevaluatif Sangay berbeda, tetapi signifikannya hasil penelitian harus dinyatakan menurut estándar ilmiah yang berlaku.

Desain dengan menggunakan data primer atau sumber data sekunder.
Menurut Shah (1972), sebagian besar dari tujuan desain penelitian adalah untuk memperoleh data yang relevan, dapat dipercaya, dan valid. Dalam mengumpulkan data maka si peneliti dapat bekerja sendiri untuk mengumpulkan data atau menggunakan data orang lain. Jika data primer yang diinginkan maka si peneliti dapat menggunakan teknik dan alat untuk mengumpulkan data seperti observasi langsung (participant atau non participant), menggunakan informan, menggunakan questioner schedule, atau interview guide, dan sebagainya.
Jika data yang diinginkan adalah data primer, maka desain yang dibuat harus menjamin pengumpulan data yang efisien dengan alat dan teknik serta karakteristik dari responden. Jika peneliti ingin menggunakan data sekunder, maka si peneliti harus mengadakan evaluasi terhadap sumber, keadaan data sekundernya dan juga si peneliti harus menerima limitasi-limitasi dari data tersebut. Hal ini lebih-lebih diperlukan jika diinginkan untuk memperoleh data mengenai masa yang lampau.

Desain Penelitian Eksploratif
Menurut Lerbin. R. Aritonang. R (2007:83-84) Berdasarkan permasalahan dan tujuan dari suatu penelitian, desain penelitian dibedakan menjadi penelitian eksploratif dan konklusif. Penelitian konklusif dibedakan lagi menjadi penelitian deskriptif dan eksperimen. Tujuan penelitian eksploratif adalah untuk memperoleh pengetahuan yang lebih mendalam atas suatu permasalahan yang belum dapat diidentifikasi dan dirumuskan secara mantap. Belum teridentifikasi dan terumuskannya secara mantap permasalahan itu terjadi karena peneliti belum memiliki pengetahuan atau kepustakaan atau sumber pengetahuan lainnya mengenai permasalahan itu secara memadai. Sejalan dengan itu pulalah, hipotesis, sebagai jawaban sementara atas permasalahannya, belum dapat dirumuskan pada penelitian eksploratif.
Dari uraian di atas, kita dapat mengetahui bahwa tujuan penelitian eksploratif adalah untuk memperoleh pengetahuan, gambaran yang lebih lengkap dan mantap atas suatu permasalahan dan untuk mengembangkan suatu hipotesis mengenai suatu permasalahan. Atas dasar itulah desain penelitian eksploratif lebih luwes dibandingkan dengan desain penelitian konklusif. Dengan pernyataan lain, semua hal yang direncankan sebelum penelitian dilakukan memiliki kemungkinan yang lebih besar untuk berubah pada saat penelitian itu dilakukan jika dibandingkan dengan penelitian konklusif.
Selain dari segi desain secara umum, instrumen dan subjek pada penelitian eksploratif juga berbeda dari penelitian konklusif. Instrumen yang digunakan untuk memperoleh data pada penelitian eksploratif adalah instrumen yang lebih dimaksudkan untuk menyelidiki sesuatu secara lebih mendalam. Instrumen itu mencakup wawancara mendalam, kelompok fokus, teknik-teknik proyektif, dan lain sebagainya. Instrumen yang demikian diadministrasikan terhadap sejumlah yang relatif kecil subjek penelitian.
Adakalanya penelitian eksploratif disebut juga sebagai penelitian kualitatif atau naturalistik. Disebut sebagai penelitian kualitatif karena data penelitian ini sering kali berupa data kualitatif (bukan dalam bentuk angka). Sejalan dengan itu, teknik analisis data yang digunakan juga adalah teknik-teknik analisis untuk data kualitatif, seperti analisis isi. Disebut juga penelitian naturalistik karena pendekatan yang dilakukan sedemikian rupa sehingga suasana atau kondisi pelaksanaan penelitian itu─khususnya pada perolehan datanya─menjadi sealamiah mungkin. Misalnya, untuk mengetahui perilaku dari sekelompok masyarakat dalam membeli, pengambil data harus mengikuti kehidupan sehari-hari dari kelompok masyarakat itu sedemikian rupa sehingga pengambil data tidak dipandang lagi sebagai orang ’asing’. Dengan demikian, kelompok masyarakat itu diharapkan akan berperilaku secara wajar dan pengambil data diharapkan akan dapat memperoleh data yang lebih mencerminkan perilaku kelompok masyarakat itu dalam membeli.
Penelitian eksploratif dapat juga dipandang sebagai penelitian pendahuluan. Sebagai penelitian pendahuluan, penelitian eksploratif biasanya harus diikuti lagi lagi dengan penelitian yang lebih lanjut, yakni dengan penelitian konklusif.
Penelitian eksploratif sering dilakukan dengan memanfaatkan data sekunder yang ada di dalam maupun di luar perusahaan yang melakukan penelitian itu. Data sekunder adalah data yang telah ada dan dimaksudkan untuk menjawab permasalahan yang berbeda dari permasalahan yang akan dijawab pada penelitian yang akan dilakukan. Data primernya sendiri diperoleh melalui pendekatan kualitatif/naturalistik di atas.

Desain Penelitian Eksperimen
Menurut Lerbin. R. Aritonang. R (2007:83-84), ciri utama dari penelitian eksperimen adalah bahwa satu atau lebih variabel independennya dimanipulasi. Pemanipulasian variabel independen itu dimaksudkan untuk mempengaruhi variabel dependennya agar memiliki nilai ke arah tertentu (meningkat atau menurun). Misalnya, untuk mengubah sikap yang negatif menjadi positif dari konsumen terhadap produk X, perusahaan mengubah pesan iklan mengenai produk X itu. Dalam hal ini, pengubahan pesan iklan itu merupakan variabel independen yang dimanipulasi dan sikap konsumen merupakan variabel dependennya. Dari uraian itu kita dapat mengetahui bahwa tujuan dari penelitian eksperimen adalah untuk menjawab permasalahan mengenai ada tidaknya pengaruh dari suatu variabel yang dimanipulasi terhadap variabel dependennya. Dengan pernyataan lain, tujuan penelitian eksperimen adalah untuk mengetahui apakah terdapat hubungan atau kaitan kausal (sebab-akibat) antara variabel independen dengan variabel dependennya. Sejalan dengan itulah, penelitian eksperimen disebut juga dengan penelitian kausal.
Uraian selanjutnya mengenai desain eksperimen mencakup pengertian beberapa konsep, kausalitas (dan hubungan resiprokal), variabel extraneous, cara mengendalikan variabel extraneous, validitas hasil, dan jenis desain eksperimen.
1. Pengertian Beberapa Konsep
Menurut Lerbin. R. Aritonang. R (2007:87),Pengertian variabel dependen, independen (disebut perlakukan pada penelitian eksperimen), dan subjek penelitian (disebut subjek eksperimen pada penelitian eksperimen) telah dikemukakan. Selain itu, pada penelitian eksperimen dikenal juga pengacakan subjek, pengacakan perlakuan, kelompok eksperimen, dan kelompok kontrol. Pengertian semua konsep itu akan digunakan dalam menguraikan desain eksprimen melalui contoh berikut:
Perusahaan Darmaji Katering memiliki 600 orang pelanggan. Sekali sebulan, perusahaan itu memberikan angket guna mengetahui keluhan, saran, dan yang sejenisnya dari pelanggan itu. Akhir-akhir ini, perusahaan mengalami masalah mengenai kenaikan biaya-biaya. Untuk mengatahi hal itu, perusahaan memutuskan untuk mengurangi kualitas menu makanannya daripada menaikkan harganya. Untuk itu, perusahaan mengadakan penelitian eksperimen sebelum menetapkan untuk melaksanakan keputusan itu untuk seterusnya. Penelitian dilakukan melalui beberapa tahap berikur.
• Pertama, peneliti memilih secara acak sebanyak 100 dari populasi sebanyak 600 pelanggan itu untuk dijadikan sampel
• Kedua, sampel terpilih terdiri dari 100 pelanggan itu dipilih lagi secara acak untuk dijadikan kelompok satu atau kelompok dua. Pelanggan pada tiap kelompok ditetapkan sebanyak 50 pelanggan.
• Ketiga, dari kedua kelompok itu dipilih lagi secara acak satu kelompok untuki dijadikan kelompok eksperimen (KE) dan kelompok yang tidak terpilih dijadikan kelompok kontrol (KK)
• Keempat, kepada semua pelanggan yang terpilih menjadi KE dikirimkan makanan yang kualitas menunya telah dikurangi dan ini berlangsung selama satu bulan. Sebaliknya kepada semua pelanggan yang terpilih menjadi KK tetap dikirimkan makanan seperti menu pada bulan sebelumnya dan ini berlangsung selama sebulan juga.
• Kelima, pada akhir bulan diberikan angket untuk diisi oleh keseratus subjek penelitian itu.
• Keenam, pembandingan rata-rata keluhan antara subjek pada KE dan KK melalui pengujian secara statistik (Misalnya dengan Anava)

2. Syarat Kausalitas
Menurut Lerbin. R. Aritonang. R (2007:87),Antara dua variabel dapat memiliki hubungan kausal atau resiprokal. Dua variabel (X dan Y) disebut memiliki hubungan kausal bila X merupakan penyebab terjadinya Y, dan tidak boleh sebaliknya. Jadi, hubungan kausal bersifat satu arah. Hubungan kausal disebut juga hubungan yang tidak simetris. Dua variabel (X dan Y) disebut memiliki hubungan resiprokal jika X merupakan penyebab terjadinya Y, dan Y juga merupakan penyebab terjadinya X. Jadi hubungan resiprokal bersifat dua arah.
Menurut Seltiz,dkk(1959), ada tiga persyaratan agar antara variabel independen Xdisebut memiliki hubungan kausal dengan variabel dependen Y. Pertama, urutan waktu terjadinya masing-masing variabel,X terjadi terlebih dahulu daripada Y atau sebaliknya. Kedua, tidak ada variabel lain yang mungkin menjadi penyebab terjadinya Y. Ketiga, terdapat variasi konkomitan (bersama, sesuai, seiring) antara X dan Y. Dalam bahasa statistik dinyatakan bahwa antara X danY terdapat kovariansi atau korelasi. Pernyataan mengenai adanya kovariansi itu didasarkan pada hipotesis suatu penelitian.

3. Variabel Extraneous pada Eksperimen dan Pengendaliannya
Menurut Lerbin. R. Aritonang. R (2007:87-89),Yang dimaksud dengan variabel extraneous adalah variabel-variabel independen yang berkaitan dengan suatu variabel dependen, tetapi variabel-variabel independen itu tidak diteliti. Jadi variabel extraneous merupakan semua variabel independen yang tidak menjadi perhatian pada suatu penelitian dan kontribusinya terhadap variabel yang diteliti tidak dikontrol oleh peneliti sehingga mempengaruhi validitas internal dari hasil penelitian yang dilakukan. Variabel extraneous berkaitan dengan sejarah, kematangan (maturitas), pengukuran, instrumen, regresi statistik, bias pemilihan subjek penelitian, dan berkurangnya subjek penelitian (mortalitas). Sejarah yang dimaksudkan berkaitan dengan kejadian-kejadian khusus yang berada di luar eksperimen yang dilakukan, tetapi terjadi bersamaan dengan eksperimen yang dilakukan. Pada contoh eksperimen di atas misalnya, ada pesaing baru yang menawarkan makanan dengan menu yang lebih berkualitas, tetapi dengan harga yang lebih murah. Keberadaan pesaing baru itu tentu saja dapat mencemari hasil penelitian yang dilakukan.
Kematangan berkaitan dengan perubahan biologis ataupun psikologis yang merupakan fungsi dari berlakunya waktu. Untuk contoh eksperimen di atas, bila angket diberikan pada waktu subjek sedang lelah, maka hasilnya mungkin akan berbeda jauh bila dibandingkan dengan pada waktu subjek dalam keadaan yang normal.
Variabel pengukuran yang mungkin mencemari hasil dari suatu penelitian adalah pengukuran ulang yang dilakukan. Misalnya, kita akan melakukan eksperimen mengenai penggunaan harga ganjil (misalnya Rp 99.999,-) untuk mengetahui apakah subjek penelitian akan lebih cenderung mempersepsikan harga ganjil itu ke angka genap yang berada di bawahnya (yaitu Rp 90.000) atau tidak. Bila tujuan penelitian itu diberitahukan kepada subjek sebelum eksperimen dilakukan, subjek mungkin akan cenderung mengingat-ingat harga ganjil ini sehingga ketika persepsinya diukur, mereka lebih cenderung untuk menyatakan bilangan 99.999 atau 100.000 daripada 90.000.
Instrumen yang digunakan dapat juga mencemari hasil penelitian. Hal ini dapat terjadi jika instrumen yang digunakan memiliki reliabilitas yang rendah, terutama jika data diperoleh dari observasi, misalnya observer yang ditugaskan untuk mengamati subjek penelitian selama tiga jam mungkin akan mengalami kelelahan sehingga akan mempengaruhi hasil observasi.
Regresi secara statistik terjadi karena adanya penurunan skor dari para subjek yang memiliki skor yang ekstrem tinggi dan peningkatan skor dari para subjek yang memiliki skor yang ekstrem rendah. Para tenaga penjualan yang memiliki prestasi kerja yang sangat tinggi secara rata-rata, misalnya, akan memiliki kecenderungan untuk mengalami penurunan prestasi, dan sebaliknya.
Bias pemilihan terjadi karena pemilihan subjek untuk dijadikan sampel, untuk dimasukkan ke dalam suatu kelompok dan untuk diberi perlakuan. Walaupun pemilihan dilakukan secara acak, tetapi kemungkinan subjek yang terpilih adalah subjek yang memiliki karakteristik tertentu senantiasa ada. Misalkan, kita memberikan suatu program pelatihan baru untuk meningkatkan kinerja suatu agen perusahaan asuransi. Untuk itu, kita menggunakan satu kelompok eksperimen untuk diberikan pelatihan itu dan satu kelompok yang tidak diberikan pelatihan. Hasilnya, misalnya, adalah bahwa rata-rata kinerja agen pada kelompok eksperimen jauh lebih tinggi daripada rata-rata kinerja agen pada kelompok kontrolnya. Hal itu mungkin saja terjadi karena para agen yang terpilih menjadi kelompok eksperimen secara kebetulan adalah para agen yang memang kinerjanya tinggi sedangkan para agen yang terpilih menjadi kelompok kontrol adalah agen yang memang kinerjanya rendah. Sifat kebetulan itu dapat saja terjadi, walaupun pengacakan telah dilakukan untuk menentukan agen mana yang termasuk sebagai kelompok eksperimen atau kontrol.
Berkurangnya subjek penelitian dapat terjadi karena subjeknya meninggal dunia sebelum penelitian selesai atau karena subjek penelitian mengundurkan diri atau pindah atau yang sejenisnya.
Sebagian dari variabel extraneous dapat dikendalikan dengan cara pengacakan, penjodohan, pengendalian secara statistik, dan pengendalian desain yang digunakan


4. Validitas Eksperimen:Laboratorium dan Lapangan
Menurut Lerbin. R. Aritonang. R (2007:89),Berdasarkan tempat pelaksanaannya, penelitian eksperimen dibedakan menjadi penelitian eksperimen laboratorium dan Lapangan. Eksperimen laboratorium dilakukan di dalam laboratorium dan eksperimen lapangan dilakukan di lapangan, yaitu di luar laboratorium, di tempat di mana masalahnya sebenarnya berada.
Pada eksperimen lapangan, lebih mungkin dilakukan pengendalian terhadap hal-hal yang mungkin mencemari pelaksanaan maupun hasil eksperimen yang dilakukan. Oleh karena itulah, eksperimen laboratorium memiliki validitas internal yang lebih baik daripada eksperimen lapangan karena hasil yang (relatif) sama lebih mungkin diperoleh bila eksperimen laboratorium dulangi bila dibandingkan dengan eksperimen lapangan. Hal itu dapat dimengerti karena kemungkinan untuk menciptakan situasi eksperimen yang sama atau mirip dan mengendalikan hal-hal lain yang mungkin mencemari proses maupun hasil eksperimen lebih besar bila dibandingkan dengan eskperimen lapangan. Sebaliknya, bila dibandingkan dengan eksperimen lapangan, eksperimen laboratorium memiliki validitas eksternal yang lebih rendah. Artinya, hasil eksperimen laboratorium memiliki kemungkinan yang lebih kecil untuk dapat diterapkan pada keadaan yang sebenarnya (di lapangan) dengan hasil yang (relatif) sama bila dibandingkan dengan hasil eksperimen lapangan. Hal itu dapat dimengerti karena proses maupun kondisi pelaksanaan eksperimen laboratorium berbeda dari proses dan kondisi yang sebenarnya terdapat di lapangan di mana masalah yang diteliti itu sebenarnya berada. Dengan pernyataan lain, kealamiahan pelaksanaan eksperimen laboratorium lebih rendah daripada eksperimen lapangan. Jadi, penggeneralisasian hasil eksperimen lapangan terhadap lingkup yang lebih luas atau populasinya lebih memungkinkan daripada hasil yang diperoleh dari penelitian laboratorium.

5. Jenis Desain Eksperimen
Penelitian eksperimen dapat dibedakan menjadi desain praeksperimen, eksperimen yang sebenarnya, eksperimen semu, dan desain statistik. Pada desain praeksperimen, tidak terdapat prosedur yang acak pada pemilihan subjek penelitian guna mengendalikan variabel extraneous. Sebaliknya, pada desain eksperimen yang sebenarnya, peneliti melakukan pengacakan dalam memilih subjek penelitian untuk dijadikan anggota kelompok-kelompok eksperimen maupun dalam menentukan perlakuan untuk tiap kelompok eksperimen.
a. Desain praeksperimen
Menurut Lerbin. R. Aritonang. R (2007:90), desain praeksperimen terdiri atas one-shot case study, desain pengukuran-ulang satu kelompok, dan desain kelompok statis.
b. Desain eksperimen yang sebenarnya
c. Desain eksperimen semu

Beberapa Catatan Mengenai Desain Eksperimen
Menurut Kerlinger (1986), ketiga desain penelitian di atas dapat dipandang sebagai tiga kegiatan yang berurutan, dimulai dari penelitian eksploratif, kemudian diikuti dengan penelitian deskriptif, dan diakhiri dengan penelitian eksperimen. Namun demikian, tidaklah berarti bahwa ketiga desain itu bersifat diskrit, terpisah sama sekali. Alasannya adalah bahwa adakalanya hal yang dijelaskan pada desain penelitian eksperimen digunakan juga pada penelitian konklusif. Sehubungan dengan itu, Simon (1969;dalam Churchill, 1995) menyatakan bahwa tidak pernah ada metode tunggal, yang standar, yang benar untuk melakukan penelitian.

















DAFTAR PUSTAKA

Aritonang, Lerbin R. 2007. RISET PEMASARAN. Jakarta: Ghalia Indonesia
Kerlinger, F.N. 1976. Foundations of behavioral research. New York: Holt, Rinehart and Winston

Nazir, mohammad. 1988. METODE PENELITIAN. Jakarta: Ghalia Indonesia
Suryabrata, sumadi. 1990. METODOLOGI PENELITIAN. Jakarta: Rajawali

Rabu, 10 Maret 2010

HIPOTESIS

1. Pengertian Hipotesis
Menurut Sumadi Suryabrata dalam bukunya “Metodologi Penelitian”, definisi hipotesis adalah jawaban sementara terhadap masalah penelitian, yang kebenarannya masih harus di uji secara empiris. Dalam penelitian yang disajikan, hipotesis merupakan rangkuman dari kesimpulan-kesimpulan teoritis yang diperoleh dari penelaahan kepustakaan. Hipotesis merupakan jawaban terhadap masalah penelitian yang secara teoritis dianggap paling mungkin dan paling tinggi tingkat kebenarannya.
Secara teknis, hipotesis dapat didefinisikan sebagai pernyataan mengenai keadaan populasi yang akan diuji kebenarannya berdasarkan data yang diperoleh dari sample penelitian.
Secara statistik, hipotesis merupakan pernyataan mengenai keadaan parameter yang akan diuji melalui statistik sampel.
Secara implisit, hipotesis itu juga menyatakan prediksi. Misalnya, hipotesis yang menyatakan bahwa ada hubungan yang positif dan sistematis antara nilai ujian masuk dan prestasi belajar mengandung prediksi bahwa mahasiswa-mahasiswa yang mempinyai nilai ujian masuk tinggi juga akan mempunyai indeks prestasi belajar tinggi; hipotesis yang menyatakan bahwa metode diskusi lebih baik daripada metode ceramah secara implicit mengandung prediksi bahwa kelas-kelas yang diajar terutama dengan metode diskusi akan lebih baik hasil belajarnya dari pada kelas-kelas yang diajar terutama dengan metode ceramah; dan sebagainya.
Pengertian hipotesis menurut Arikunto (1995: 71), hipotesis adalah alternatif dugaan jawaban yang dibuat oleh peneliti bagi problematika yang diajukan dalam penelitiannya. Dugaan jawaban tersebut merupakan kebenaran yang sifatnya sementara, yang akan diuji kebenarannya dengan data yang dikumpulkan melalui penelitian.Tujuan peneliti mengajukan hipotesis adalah agar dalam penelitiannya,perhatian peneliti tersebut terfokus hanya pada informasi atau data yang diperlukan bagi pengujian hipotesis. Hipotesis merupakan kunci keberhasilan suatu eksperimen. Hipotesis merupakan salah satu bentuk konkrit dari perumusan masalah. Dengan adanya hipotesis, pelaksanaan penelitian diarahkan untuk membenarkan atau menolak hipotesis. Pada umumnya hipotesis dirumuskan dalam bentuk pernyataan yang menguraikan hubungan sebab-akibat antara variabel bebas dan tak bebas gejala yang diteliti. Hipotesis mempunyai peranan memberikan arah dan tujuan pelaksanaan penelitian, dan memandu ke arah penyelesaiannya secara lebih efisien. Hipotesis yang baik akan menghindarkan penelitian tanpa tujuan, dan pengumpulan data yang tidak relevan. Tidak semua penelitian memerlukan hipotesis. Hipotesis menghubungkan dua faktor.
Sebagai contoh, pada penelitian jamur di atas, dua faktor yang berhubungan adalah adalah lampu dan pertumbuhan jamur. Hipotesis yang mungkin muncul untuk menjawab pertanyaan di atas adalah : saya percaya bahwa jamur tidak memerlukan cahaya untuk berkembang biak.
Menurut Suparmoko, hipotesis adalah pernyataan tentatip yang berhubungan dengan permasalahan sehingga berguna dalam mencari atau medaptkan alat pemecahan.
Contoh: “jika provinsi DIY dapat meningkatkan produksi daging sapi dengan 15% dan mengurangi biaya produksi dengan 10%, maka kebutuhan daging DIY akan terpenuhi.”
Jadi hipotesis menunjukkan arah bagi pengumpulan data dimana ia berfungsi sebagai penghubung yang penting antara permasalahan dan pengumpulan data serta tahap-tahap analisis dari suatu penelitian.
Dalam buku Supranto yang dikutip dari Webster’s New World dictionary, “hypothesis is an unproved theory, proposition, supposition, etc. tentatively accepted to explain certain facts or to provide a basis for investigation, arguments, etc.”
hipotesis ialah suatu proposisi, kondisi atau prinsip yang untuk sementara waktu dianggap benar dan barangkali tanpa keyakinan, agar bisa ditarik suatu konsekuensi yang logis dan dengan cara ini kemudian diadakan pengujian tentang kebenarannya dengan menggunakan data empiris hasil penelitian.
Misalnya hasil penjualan tekstil PN. Sandang merosot. Pemimpin mempunyai hipotesa, bahwa penyebab utama adanya saingan tekstil impor. Untuk lebih meyakinkan lagi pemimpin minta dilakukan penelitian pasar untuk menguji anggapan tersebut.
Secara kuantitatif hipotesis merupakan suatu pernyataan mengenai nilai parameter. Parameter ialah nilai sebenarnya yang diperoleh kalau seluruh objek diselidiki satu-persatu. Misalnya rata-rata modal perusahaan Rp. 100juta, pengaruh pupuk terhadap kenaikan produksi padi sebesar 1,5 kali, nasabah bank yang tidak puas terhadap pelayanan bank = 10%; koefisien korelasi antara X (=harga) dan Y (=sales) sebesar 0 (tak ada korelasi).
Menurut Fred N. Kerlinger dalam bukunya “Asas-Asas Penelitian Behavioral”,
”hipotesis adalah pernyataan dugaan (conjectural) tentang hubungan antara dua variable atau lebih. Hipotesis selalu mengambil bentuk kalimat pernyataan (declarative), dan menghubungkan-secara umum maupun khusus-variabel yang satu dengan variabel lain.”
Menurut Moh. Nazir dalam bukunya “Metode Penelitian”, hipotesis adalah pernyataan yang dapat diterima secara sementara sebagai suatu kebenaran sebagaimana adanya, pada saat fenomena dikenal dan merupakan dasar kerja serta panduan dalam verifikasi.
Menurut Trelease (1960:44), hipotesa adalah suatu keterangan sementara dari suatu fakta yang dapat diamati.
Menurut Good dan Scates (1954), hipotesa adalah sebuah taksiran atau referensi yang dirumuskan serta diterima untuk sementara yang dapat menerangkan fakta-fakta yang dapat diamati ataupun kondisi-kondisi yang diamati, dan digunakan sebagai petunjuk untuk langkah penelitian selanjutnya.
hipotesis merupakan jawaban sementara atas permasalahan penelitian yang dianggap benar dari segi teori atau logika. Jadi, definisi maupun kaitan antarvariabel yang dihasilkan pada pendekatan terhadap permasalahan dimaksudkan untuk merumuskan hipotesis mengenai suatu kerangka pemikiran.
Contoh: Kerangka pemikiran untuk permasalahan mengenai besarnya biaya iklan dan volume penjualan suatu produk misalnya, dapat dikemukakan sebagai berikut: “ Pada dasarnya iklan bertujuan untuk menyampaikan informasi yang positif mengenai suatu produk. Untuk itu, informasi mengenai produk itu dibuat sedemikian rupa sehingga konsumen yang menjadi sasaran produk yang diiklankan menjadi tertarik. Selanjutnya, jika informasi itu semakin sering disampaikan, maka konsumen sasaran diharapkan akan memiliki sikap yang positif terhadap produk yang diinformasikan. Jika frekuensi penyampaian iklan itu makin sering lagi dilakukan, maka konsumen sasaran itu diharapkan akan memiliki keinginan untuk memperoleh produk itu dan pada akhirnya konsumen sasaran diharapkan akan benar-benar membeli produk tersebut. Selain semakin banyak konsumen sasaran yang membeli, frekuensi mereka untuk membeli akan diharapkan meningkat juga. Berdasarkan uraian tersebut dapat diketahui bahwa makin sering suatu iklan disampaikan, makin besar biaya iklan yang dibutuhkan. Dari uraian tersebut dapat juga diketahui bahwa makin banyak dan sering konsumen sasaran membeli suatu produk, makin besar volume penjualan suatu produk. “Berdasarkan kerangka pemikiran pada contoh di atas, maka hipotesis penelitiannya dapat dirumuskan sebagai berikut: “Besarnya biaya iklan dapat digunakan untuk memprediksi besaran volume penjualan produk.”
Kerangka pemikiran sebenarnya dimaksudkan untuk menjawab pertanyaan berupa : kenapa demikian atau kok bisa? Mengenai suatu hipotesis.
Selain itu, menurut Lerbin (2007:25) hipotesis merupakan suatu pernyataan yang terdiri atas beberapa variabel yang berkaitan, baik tipe maupun sifat kaitan antarvariabel tesebut. Hipotesis dirumuskan berdasarkan kerangka pemikiran tertentu dan kerangka pemikiran itu sendiri didasarkan pada definisi konseptual (teoretis) mengenai objek suatu penelitian. Sejalan dengan itu, sampai pada tahapan perumusan kerangka pemikiran, objek penelitian yang dibahas sering kali masih bersifat atau dalam bentuk konsep, belum dalam variabel (yang siap untuk diperoleh data empirisnya). Pada perumusan hipotesis, objek itu sudah harus dalam bentuk variabel. Konsep belum mengimplikasikan adanya atribut dan variasi dari suatu objek, seperti pada variabel.
Contoh konsep adalah penjualan. Bila penjualan itu yang menjadi objrk suatu penelitian, maka atribut dari penjualan yang akan diteliti harus dinyatakan secara eksplisit, atribut itu dapat berupa volume dan nilai penjualan. Contoh lainnya mengenai konsep adalah mobil. Atribut mobil itu dapat berupa warnanya, tipenya, harganya, dan lain sebagainya.
Hipotesis adalah penjelasan sementara tentang tingkah laku, gejala-gejala, atau kejadian tertentu yang telah terjadi atau yang akan terjadi. Suatu hipotesis adalah pernyataan masalah yang spesifik. (andieir, 2008).

2. Kegunaan hipotesis
Menurut Moh. Nazir (1988:183), kegunaan hipotesa adalah sebagai berikut:
a. Memberikan batasan serta memperkecil jangkauan penelitian dan kerja penelitian.
b. Mensiagakan peneliti kepada kondisi fakta dan hubungan antar fakta, yang kadangkala hilang begitu saja dari perhatian peneliti.
c. Sebagai alat yang sederhana dalam memfokuskan fakta yang tercerai-berai tanpa koordinasi ke dalam suatu kesatuan penting dan menyeluruh.
d. Sebagai panduan dalam pengujian serta penyesuaian dengan fakta dan antar fakta.
Tinggi rendahnya kegunaan hipotesa tergantung dari:
a. pengamatan yang tajam si peneliti.
b. Imajinasi serta pemikiran kreatif dari si peneliti.
c. Kerangka analisa yang digunakan oleh si peneliti.
d. Metode serta desain penelitian yang dipilih oleh peneliti.
Menurut Lerbin (2007:26), hipotesis itu berfungsi sebagai jawaban sementara atas permasalahan penelitian. Sebagai jawaban, hipotesis dirumuskan dalam kalimat pertanyaan. Disebut sebagai jawaban sementara karena kebenarannya masih harus diverifikasi secara empiris, harus diuji secara empiris, yaitu dengan pengumpulan data empiris mengenai tiap variabel yang tercakup pada permasalahan maupun hipotesis penelitian.
Menurut Andieir (2008) ,adapun fungsi-fungsi hipotesis, yaitu: membimbing pikiran peneliti dalam memulai penelitian, menentukan tahapan atau prosedur penelitian, membantu menetapkan format dalam menyajikan, menganalisis dan menafsirkan data dalam tesis.
Hipotesis mengkonkritkan dan memperjelas masalah yang diselediki, karena dalam hipotesis secara tidak langsung ditetapkan lingkup persoalan dan jawabannya. Pada gilirannya hipotesis memberikan arah dan tujuan pelaksanaan penelitian, sehingga terhindarkan adanya penelitian yang tak bertujuan. Dengan hipotesis yang dirumuskan secara baik, proses penelitian lebih terjamin akan berlangsung secara teratur, logis dan sistematis menuju pada tujuan akhir penelitian. Selain dari itu hipotesis, memberikan jalan yang cepat dan efisien ke arah penyelesaian masalah. Tanpa hipotesis, pengumpulan data dan informasi akan dilakukan secara membabi-buta. Hipotesis memberikan batasan data yang diperlukan atau sesuai dengan kebutuhan penelitian.

3. Ciri-Ciri dan Kriteria Hipotesis
Menurut M. Suparmoko (1991:14) Ciri-ciri hipotesis sebagai berikut:
1. Hipotesis sebaiknya dinyatakan dalam bentuk “jika…maka…” , dan dinyatakan sedemikian rupa sehingga implikasi dan hubungannya terhadap permasalahan dapat diperlihatkan secara logis.
2. Hipotesis harus dinyatakan sesederhana mungkin baik dalam arti rumusan teori maupun implikasinya maupun jumlah variabel yang dilibatkan.
3. Hipotesis harus dapat diuji kebenarannya dan dapat ditolak dalam batas-batas dana, tenaga dan waktu yang ada.
4. Hipotesis harus dinyatakan sedemikian rupa sehingga dapat memberikan pengarahan bagi penelitian yang bersangkutan. Hipotesis bila dirumuskan dengan baik, akan menyarankan pengumpulan data, dan teknis analisis yang tepat bagi pengujian yang akan dipakai dalam proses penelitian. Jadi suatu hipotesis dapat dianggap sebagai suatu rencana pelaksanaan penelitian.
5. Secara keseluruhan, hipotesis harus pantas dan efisien dalam menyarankan pemecahan masalah penelitian. Hipotesis harus memberikan hasil dengan derajat kepercayaan yang dapat diterimanya, tetapi menggunakan sumber daya yang seminimal mungkin.
Menurut Fred N. Kerlinger (1996:30), kriteria hipotesis sebagai berikut:
1. Hipotesis adalah pernyataan tentang relasi antara variable-variabel.
2. Hipotesis mengandung suatu implikasi-implikasi yang jelas untuk pengujian hubungan-hubungan yang dinyatakan itu.
Menurut Moh. Nazir dalam bukunya “Metode Penelitian”, ciri-ciri hipotesis antara lain:
1. Hipotesis harus menyatakan hubungan, berarti bahwa hipotesa mengandung dua atau lebih variabel.
2. Hipotesis harus sesuai dengan fakta, bukan berarti hipotesa baru diterima jika hubungan yang dinyatakannya harus cocok dengan fakta.
3. Hipotesis harus berhubungan dengan ilmu, serta sesuai dan tumbuh dengan ilmu dengan ilmu pengetahuan, jika tidak hipotesis bukan lagi terkaan tetapi merupakan suatu pernyataan yang tidak berfungsi sama sekali.
4. Hipotesis harus dapat diuji, baik dengan nalar dan kekuatan member alasan ataupun dengan menggunakan alat-alat statistik.
5. Hipotesis harus sederhana dan terbatas untuk mengurangi timbulnya kesalahpahaman pengertian.
6. Hipotesis harus bisa menerangkan fakta-fakta yang ada dan dapat dikaitkan dengan teknik pengujian yang dapat dikuasai.
Menurut Sulaiman Masri (tutor.com), ciri-ciri hipotesis:
(i) Hipotesis hendaklah wujud daripada hubungannya dengan bidang ilmu pengetahuan yang sedang diteroka oleh penyelidik. Ini penting supaya hipotesis terus berfungsi.
(ii) Hipotesis hendaklah jelas, sederhana dan terbatas. Jelas bermaksud hipotesis diolah dengan bahasa yang mudah difaham. Sederhana bermaksud untuk mengurangi sebarang kekeliruan kerana adanya perbezaan pengertian. Terbatas bermaksud sebagai penjelasan tentang luas dan sukarnya masalah yang diselidiki.
(iii) Hipotesis hendaklah dapat diuji. Hipotesis yang baik sentiasa memperlihatkan variabel (angkubah) yang dapat diukur dan dibandingkan.
Walaupun istilah mengenai nama variabel yang digunakan pada hipotesis dan pada kegiatan sebelumnya adalah sama, tetapi pemikiran peneliti sudah harus berorientasi pada perolehan data empiris mengenai objek (variabel) penelitiannya. Hal ini sejalan dengan kebenaran ilmiah yaitu logis dan empiris. Kebenaran yang dihasilkan pada pendekatan terhadap permasalahan sampai pada perumusan kerangka pemikiran baru bersifat logis, belum empiris. Agar kebenarannya juga bersifat empiris, maka objek itu harus dapat diukur secara empiris (dijadikan variabel). Dengan pernyataan lain, objek pada hipotesis harus dalam bentuk variabel. (Lerbin, 2007:26)

4.Jenis-Jenis Hipotesis
Menurut Sumardi Suryabrata dalam bukunya “Metodologi Penelitian”(1990:75), ciri-ciri hipotesis dapat dibedakan menurut isi dan rumusannya antara lain:
1. Hipotesis tentang hubungan, yaitu hipotesis yang menyatakan tentang saling-hubungan antara dua variabel atau lebih, mendasari berbagai penelitian korelasional.
2. Hipotesis tentang perbedaan, yaitu hipotesis yang menyatakan perbedaan dalam variabe tertentu pada kelompok yang berbeda-beda. Hipotesis tentang perbedaan itu mendasari berbagai penelitian komparatif.
Konsep penting lain mengenai hipotesis adalah hipo-Ho adalah hipotesis yang menyatakan tidak adanya saling hubungan antara 2 variabel atau lebih, atau hipotesis yang menyatakan tidak adanya perbedaan antara kelompok yang satu dan lainnya. Didalam analisis statistic, uji statistik biasanya mempunyai sasaran untuk menolak kebenaran hipotesis nol itu. Hipotesis lain yang bukan hipotesis nol disebut hipotesis alternatif. Hipotesis alternatif (HA) menyatakan adanya saling-hubungan antara dua variable atau lebih, atau menyatakan adanya perbedaan dalam hal tertentu pada kelompok-kelompok yang berbeda. Pada umumnya, kesimpulan uji statistic berupa penerimaan hipotesis alternatif sebagai hal yang benar.
Pada dasarnya, kedua jenis perumusan itu dapat dilakukan. Namun, dalam kenyataanya kebanyakan penelitian ilmiah merumuskan hipotesis penelitiannya dalam bentuk hipotesis alternatif. Hal yang demikian itu terjadi terutama dalam penelitian eksperimental, dalam penelitian ini peneliti bermaksud mengetahui perbedaan gejala pada kelompok yang satu dan pada kelompok yang lain, sebagai akibat adanya perbedaan perlakuan. Dalam penelitian bukan eksperimental pun lebih banyak diketemukan hipotesis alternatif daripada hipotesis alternatif daripada hipotesis nol yang dirumuskan sebagai hipotesis penelitian. Hal ini disebabkan karena pada dasarnya penelitian bertujuan untuk mengetahui atau mengungkapkan adanya saling-hubungan atau adanya perbedaan, dan bukan sebaliknya
Suatu hal yang sering dipersoalkan dalam hubungan dengan hipotesis ini ialah “apakah setiap penelitian harus mempunyai hipotesis?” jawaban terhadap pertanyaan ini dapat “ya” atau “tidak”. Jika penelitian itu adalah penelitian ilmiah seperti yang modelnya disajikan disini, jawabannya “ya”. Dalam penelitian ilmiah komponen-komponen utama yang menuntun langkah-langkah yang dilakukan adalah: masalah- hipotesis- data- hasil- analisis- kesimpulan. Komponen-komponen itu dijalin secara serasi oleh teori tertentu, dan penelitiannya dituntun secara tertib oleh metodologi tertentu.
Ada penelitian-penelitian yang komponennya tidak seperti yang tersebut diatas itu, dan karenanya mungkin dilakukan tanpa hipotesis. Penelitian deskriptif misalnya, tidak bertujuan memuji sesuatu hipotesis, melainkan bertujuan membuat deskripsi menganai hal yang diteliti. Penelitian eksploratif biasanya bersifat deskriptif. Pada umumnya penelitian eksploratif itu bertujuan untuk mendapatkan data dasar, yang diperlukan sebagai pangkalan untuk penelitian lebih lanjut ataupun sebagai dasar untuk mebuat suatu keputusan.
Menurut Moh. Nazir (1988:185), hipotesis dapat dibagi sebagai berikut:
1. Hipotesis tentang perbedaan vs hubungan.
Hipotesis tentang hubungan adalah pernyataan rekaan yang menyatakan tentang saling hubungan antara dua variabel atau lebih, sebaliknya hipotesa yang menyatakan perbedaan menyatakan adanya ketidaksamaan
2. Hipotesis kerja vs hipotesa nol.
- Hipotesis nol mula-mula diperkenalkan oleh bapak statistic Fisher, yang difommulasikan untuk ditolak sesudah pengujian. Selalu ada implikasi “tidak ada beda”. Perumusannya bias dalam bentuk: “Tidak ada beda antara … dengan … “ Hipotesis nul dapat juga ditulis dalam bentuk “… tidak mem …”.
- Dengan menolak hipotesa nul, maka kita menerima hipotesis pasangan, yang disebut hipotesis alternatif.
- Hipotesis nul biasanya digunakan dalam penelitian eksperimental.
• Hipotesis kerja mempunyai rumusan dengan implikasi alternatif di dalamnya.
• Hipotesis kerja biasanya dirumuskan dalam bentuk sebagai berikut: “Andaikan … , maka … “.
• Hipotesis kerja biasanya diuji untuk diterima, dan biasanya dirumusakan oleh peneliti-peneliti ilmu sosial dalam desain yang noneksperimental.
3. Hipotesis common sense vs ideal.
Hipotesis acap kali menyatakan terkaan tentang dalil dan pemikiran bersahaja dan common sense ( akal sehat). Hipotesis ini biasanya menyatakan hubungan keseragaman kegiatan terapan. Contohnya: hipotesis sederhana tentang produksi dan status pemilikan tanah, hipotesa mengenai hubungan tenaga kerja dan luas garapan, hubungan antara dosis pemupukan dengan daya tahan terhadap insekta, hubungan antara kegiatan-kegiatan dalam industri, dan sebagainya.
Sebaliknya, hipotesis yang menyatakan hubungan yang kompleks dinamakan hipotesis jenis ideal. Hipotesis ini bertujuan untuk menguji adanya hubungan logis antara keseragaman-keseragaman pengalaman empiris. Hipotesis ideal adalah peningkatan dari hipotesa analitis. Contoh: kita mempunyai suatu hipotesa ideal tentang keseragaman empiris dan hubungan antara daerah, jenis tanah, luas garapan, jenis pupuk, dan sebagainya. Misalnya tentang hubungan jenis tanaman A dengan jenis tanah A* dan hubungan jenis tanaman B dengan jenis tanah B*. jika kita perinci hubungan ideal di atas, misalnya dengan mencari hubungan antara varietas tanaman A saja, maka kita memformulasikan hipotesa analitis.
Terdapat tiga jenis hipotesis yang penting menurut Sulaiman Masri (tutor.com) yaitu hipotesis penyelidikan, hipotesis nol, dan hipotesis statistik.
Hipotesis penyelidikan merupakan pernyataan yang cermat tentang keadaan hal-hal penyelidikannya. Hipotesis nol juga merupakan pernyataan kenyataan sesuatu perkara tetapi pernyataan yang menolak atau menyangkal apa yang ditunjukkan oleh hipotesis penyelidikan. Hipotesis statistik pula adakah pernyataan tentang populasi statistik yang berdasarkan maklumat daripada data yang diamati dan diusahakan oleh seseorang untuk diguna pakai atau disangkal.
Dalam ruang lingkup proposal penyelidikan, hipotesis boleh dipandang sebagai kenyataan spesifik daripada teori dalam bentuk yang boleh diuji. Tiada had dalam jumlah hipotesis yang boleh ditarik daripada skema teporetis dan dijadikan sasaran ujian pengujian empirisis. Namun begitu, biasanya jumlah hipotesis pada pengujian emperis, maka beberapa atau kesemua sasaran projek penyelidikan dicapai sebahagian atau semuanya.
Menurut Dr.Suharsimi Arikunto dalam bukunya Manajemen Penelitian (Suharsimi,1995:60), ditinjau dari operasinya, rumusan untuk ketiga jenis hipotesis tersebut dikenal dua jenis rumusan yaitu:
1. Hipotesis nol, yakni hipotesis yang menyatakan ketidakadanya hubungan antara variabel. Dalam notasi, hipotesis ini dituliskan dengan ”Ho”
Dalam contoh-contoh di atas ketiga rumusan hipotesis nol dimaksud adalah:
a. Tidak ada hubungan antara nilai matematika dengan nilai IPA
b. Tidak ada hubungan sebab-akibat timbal balik antara tingkat kekayaan dengan kelancara berusaha. Tidak ada saling pengaruh antara tingkat kekayaan dengan keberhasilan berusaha.
c. Tidak ada hubungan sebab-akibat antara banyaknya makan dengan tingkat kekenyangan. Tidak adanya pengaruh banyaknya makan terhadap tingkat kekenyangan. Banyaknya makanan tidak berpengaruh terhadap tingkat kekenyangan.
2. Hipotesis alternatif atau hipotesis kerja, yakni hipotesis yang menyatakan adanya hubungan antar variabel. Dalam notasi, hipotesis ini dituliskan dengan ”Ha”. Untuk hipotesis alternatif dapat dibedakan menjadi dua macam yaitu hipotesis terarah (direction hypothesis) dan hipotesis tidak terarah (non directional hypothesis).
Contoh-contoh beikut disesuaikan dengan ketiga jenis hubungan yang telah disebutkan.
a. Untuk hubungan dua variabel sejajar tidak dapat dirumuskan hipotesis terarah.
Ha tidak terarah (non directional) :
Ada hubungan antara nilai matematika dengan nilai IPA.
b. Ha terarah (directional) :
Tingkat kekayaan berpengaruh terhaap kelancaran usaha.
Kelancaran berusaha berpengaruh terhadap tingkat kekayaan.
Ha tidak terarah (non directional) :
Ada pengaruh tingkat kekayaan terhadap keberhasilan berusaha.
Ada pengaruh keberhasilan berusaha terhadap tingkat kekayaan.
c. Ha terarah (directional) :
Banyaknya makan berpengaruh terhadap tingkat kekenyangan , atau
Banyaknya makan mempengaruhi tingkat kekenyangan.
Ha tidak terarah (non directional) :
Ada pengaruh banyaknya makan terhadap tingkat kekenyangan.
Perbedaan antara hipotesis terarah (directional) dengan hipotesis tidak terarah (non directional) adalah dalam hipotesis terarah peneliti sudah berani dengan tegas menyatakan bahwa variabel bebas memang berpengaruh terhadap variabel tergantung. Dalam hipotesis tidak terarah, peneliti merasakan adanya pengaruh, tetapi belum berani secara tegas menyatakan pengaruh tersebut. Ia baru berani menyatakan bahwa ada pengaruh.
Ditinjau dari lingkupnya, hipotesis dapat dibedakan menjadi: (Suharsimi,1995:62)
a. Hipotesis mayor adalah hipotesis mengenai kaitan seluruh variabel dan seluruh subjek penelitian. Contoh:
” Banyaknya makan berpengaruh terhadap tingkat kekenyangan”.
b. Hipotesis minor adalah hipotesis mengenai kaitan sebagian dari variabel, atau dengan kata lain pecahan dari hipotesis mayor. Contoh:
1. ” Banyaknya makan nasi berpengaruh terhadap tingkat kekenyangan”.
2. ” Banyaknya makan kue berpengaruh terhadap tingkat kekenyangan”.
3. ” Banyaknya makan buah-buahan berpengaruh terhadap tingkat kekenyangan”.
4. ” Banyaknya makan ekstra berpengaruh terhadap tingkat kekenyangan”.
Tipe kaitan antarvariabel yang dirumuskan pada hipotesis dapat bersifat korelasional atau komparatif. Contoh hipotesis korelasional adalah ada hubungan antara volume penjualan dan biaya iklan suatu produk. Contoh hipotesis komparatif adalah:
• Ada perbedaan proporsi (persentase) antara perempuan dan laki-laki yang membeli suatu produk.
• Ada perbedaan nilai rata-rata sikap konsumen terhadap iklan suatu produk antara sebelum dan setelah iklan itu ditayangkan pada media audio visual.
• Ada pengaruh pemberian kupon berhadiah terhadap volume penjualan suatu produk.
Pembedaan hipotesis berdasarkan pada tipenya itu berkaitan erat dengan tipe teknik analisis statistik yang mestinya digunakan sebagai alat bantu untuk menjawab permasalahan penelitian.
Hipotesis yang dirumuskan berdasarkan hasil pendekatan terhadap permasalahan dinamakan hipotesis substantif atau hipotesis penelitian. Hipotesis itu (dapat dikatakan selalu) dalam bentuk kalimat pernyataan yang positif dan biasanya diawali dengan kata ’ada’. Semua contoh hipotesis berdasarkan tipenya yang dikemukakan di atas termasuk hipotesis substantif. Lawan dari hipotesis ini adalah hipotesis nihil (nol) atau disebut juga sebagai hipotesis statistik. Hipotesis nol ini selalu merupakan kebalikan dari hipotesis substantif. Jadi, bila pada hipotesis substantifnya dinyatakan:
• Ada hubungan atau perbedaan ...., maka hipotesis nolnya adalah tidak ada hubungan atau tidak ada perbedaan ...,
• A lebih besar daripada atau sama dengan B, maka hipotesis nolnya adalah A lebih kecil daripada B.
Hipotesis substantif disebut juga sebagai hipotesis alternatif, yakni sebagai alternatif atas hipotesis nihil (statistik). Hipotesis alternatif dibedakan lagi menjadi hipotesis alternatif tidak terarah (tidak memiliki arah) dan hipotesis alternatif terarah.
Contoh hipotesis alternatif tidak terarah:
• Ada hubungan antara volume penjualan dan biaya iklan (tidak tersurat apakah hubungan kedua variabel itu tegolong positif atau negatif).
• Ada perbedaan proporsi antara perempuan dan laki-laki yang membeli suatu produk (tidak tersurat apkah proporsi perempuan atau laki-laki yang lebih besar).
• Ada perbedaan nilai rata-rata sikap konsumen terhadap iklan antara sebelum dan setelah iklan suatu produk ditayangkan pada media audio visual (tidak tersurat apakah nilai rata-rata sikap sebelum iklan atau setelah iklan yang lebih besar).
• Ada pengaruh pemberian kupon berhadiah terhadap volume penjualan suatu produk (tidak tersurat apakah pengaruhnya positif atau negatif).
Contoh hipotesis alternatif tidak terarah:
• a. Ada hubungan yang positif antara volume penjualan dan biaya iklan.
b. Ada hubungan yang negatif antara volume penjualan dan biaya iklan.
• a. Proporsi perempuan yang membeli produk lebih besar daripada proporsi laki-laki.
b. Proporsi perempuan yang membeli suatu produk lebih kecil daripada proporsi laki- laki.
• a. Nilai rata-rata sikap konsumen terhadap iklan suatu produk lebih besar setelah iklan itu ditayangkan pada media audio visual bila dibandingkan dengan sebelumnya.
b. Nilai rata-rata sikap konsumen terhadap iklan suatu produk lebih kecil setelah iklan itu ditayangkan pada media audio visual bila dibandingkan dengan sebelumnya.
• a. Ada pengaruh yang positif dari pemberian kupon berhadiah terhadap volume penjualan suatu produk.
b. Ada pengaruh yang negatif dari pemberian kupon berhadiah terhadap volume penjualan suatu produk.
Dari contoh-contoh di atas, kita dapat mengetahui bahwa arah kaitan antarvariabel pada hipotesis alternatif terarah dinyatakan secara eksplisit, sedangkan pada hipotesis alternatif tidak terarah tidak demikian.
(Lerbin, 2007:27)
Selain lebih informatif, bila dibandingkan dengan hipotesis alternatif tidak terarah, hipotesis alternatif juga lebih menguntungkan dari segi teknik analisis statistik, khususnya dalam pembuatan kesimpulan. Pada dasarnya, teknik-teknik analisis statistik yang digunakan untuk menguji hipotesis dimaksudkan untuk menguji hipotesis nihil. Alternatif kesimpulan yang dapat dibuat dari pengujian hipotesis itu hanya dua, yaitu menolak atau tidak dapat menolak hipotesis nihil. Bila hipotesis alternatifnya yang merupakan lawan atau tandingan atas hipotesis nihil yang diuji tidak terarah dan bila hipotesis nihilnya tidak dapat ditolak, maka peneliti akan menghadapi masalah. Dalam hal ini, peneliti hanya dapat menyimpulkan adanya kaitan antarvariabel yang dirumuskan pada hipotesis alternatif itu tanpa mengetahui (tanpa boleh menyimpulkan) arah kaitannya, walaupun dari hasil analisis statistiknya dapat diketahui arahnya. Dalam hal hipotesis nihil ditolak dan hipotesis tandingannya adalah hipotesis alternatif terarah, maka peneliti dapat dengan mudah menyimpulkan arah kaitannya. Hipotesis nihil hanya dibuat pada bagian metode penelitian pada suatu proposal atau laporan penelitian. Alasannya adalah bahwa analisis data dikemukakan pada bagian metode penelitian dan hipotesis nihil dibuat sehubungan dengan analisis statistik yang digunakan. (Lerbin, 2007:28)
Jenis-jenis hipotesis menurut winner statistik (2008), yaitu:
• hipotesis 1 arah
• hipotesis 2 arah.
Perbedaanya terletak pada masalah apa yang mau diuji. Hipotesis 1 arah digunakan untuk menguji suatu hal yang sudah jelas akan lebih besar atau lebih kecil dari hipotesis awal. Sedangkan Hipotesis 2 arah digunakan untuk menguji suatu hal (hipotesis awal) pada suatu titik tertentu, dimana kemungkinan hipotesis tandingannya bisa lebih besar maupun lebih kecil dari titik tersebut.
Misalnya kita ingin menguji suatu kadar emisi kendaraan apakah mencapai batas tertentu atau tidak. Maka, yang menjadi perhatian kita adalah melebihi batas emisi ataukah tidak. Bila kadar emisi lebih kecil dari batas emisi dianggap masih menjadi hipotesis awal karena semakin kecil semakin baik. Dalam hal ini hipotesis yang digunakan adalah 1 arah.
Misalnya kita ingin menguji kadar racun dalam tubuh manusia misalhnya kreatinin dan ureum. Maka kita konsen pada dua arah. Apabila kadar kreatinin dan ureum melebihi batas normal sangat berbahaya. sedangkan apabila lebih kecil dari batas normal juga berbahaya. Yang bagus adalah kadarnya pas dengan batas normal. Oleh karena itu lebih cocok menggunakan hipotesis 2 arah.

5.Sumber Menggali Hipotesis dan Menggali Hipotesis
Menurut Goode dan Hatt (1952:64-65), terdapat empat sumber untuk menggali hipotesis:
1. Kebudayaan dimana ilmu tersebut dibentuk.
2. Ilmu itu sendiri yang menghasilkan teori dan teori member arah kepada penelitian.
3. Analogi juga merupakan sumber hipotesa. Pengamatan terhadap jagad raya atau pengamatan yang serupa pada ilmu lain, merupakan sumber hipotesa yang baik. Contoh: mengamati respon berat hewan terhadap makanan, memberikan analogi tentang adanya respon tanaman terhadap zat hara.darinya dapat dirumuskan hubungan antara tumbuhan dengan zat hara dalam tanah.
4. Reaksi individu dan pengalaman. Reaksi individu terhadap sesuatu, ataupun pengalaman-pengalaman sebagai suatu konsekuensi dari suatu fenomena dapat merupakan suatu sumber hipotesa. Reaksi tanaman terhadap pestisida, reaksi ayam terhadap suntikan suatu obat dapat merupakan sumber hipotesa.
Menurut Good dan Scates (1954), memberikan beberapa sumber untuk menggali hipotesis, yaitu:
- Ilmu pengetahuan dan pengertian yang mendalam tentang ilmu.
- Wawasan, serta pengertian yang mendalam tentang suatu wawasan.
- Imajinasi atau angan-angan.
- Materi bacaan dan literatur.
- Pengetahuan tentang kebiasaan atau kegiatan dalam daerah yang sedang diselidiki.
- Data yang tersedia.
- Analogi atau kesamaan.

Menurut Goode dan Hatt (1952: 57), ada 3 penyebab kesukaran dalam memformulasikan hipotesa:
1. Tidak adanya kerangka teori atau tidak ada pengetahuan tentang kerangka teori yang terang.
2. Kurang kemampuan untuk menggunakan kerangka teori yang ada.
3. Gagal berkenalan dengan teknik-teknik penelitian yang ada untuk dapat merangkaikan kata-kata dalam membuat hipotesa secara benar.

6.Merumuskan Hipotesis
Menurut Moh Nazir (1988:190), ada beberapa petunjuk dalam merumuskan hipotesis:
a. Hipotesis harus dirumuskan secara jelas dan padat serta spesifik.
b. Hipotesis sebaiknya dinyatakan dalam kalimat deklaratif atau pernyataan.
c. Hipotesis sebaiknya menyatakan hubungan antardua atau lebih variabel yang dapat diukur.
d. Hipotesis hendaknya dapat diuji.
e. Hipotesis sebaiknya mempunyai kerangka teori.
Cara menemukan hipotesis yang baik menurut pendapat Borg dan Ball (1979: 61-62) harus memenuhi empat kriteria berikut:
1. Hipotesis hendaknya merupakan rumusan tentang hubungan antara dua variabel atau lebih variabel. Dengan kriteria ini sekaligus sebenarnya Born dan Gall menolak adanya hipotesis untuk satu variabel. Menurut pendapat ahli-ahli ini hipotesis hanya berlaku bagi dua atau lebih variabel.
2. Hipotesis yang dirumuskan hendaknya disertai dengan alasan atau dasar-dasar teoritik dan hasil penemuan terdahulu. Walaupun hipotesis baru merupakan dugaan jawaban atau dugaan yang harus diuji kebenarannya, dan dari pengujiannya itu ada kemungkinan terbukti atau tidak, namun peneliti tidak boleh menduga sembarang duga. Pemilihan alternatif dugaan tersebut harus dilakukan secara profesional ilmiah yang disertai dengan argumentasi yang kokoh.
3. Hipotesis harus dapat diuji. Hipotesis adalah pernyataan yang menunjukkan ada atau tidak adanya oleh peneliti sebelum mereka memperoleh bukti-bukti dari data yang terkumpul. Dengan kriteria ini peneliti dituntut agar mampu mencari data yang akan digunakan untuk membuktikan hipotesisnya.
Rumusan hipotesis hendaknya singkat dan dapat, artinya bahwa hipotesis tidak boleh menggunakan hiasan kata atau diberi hiasan kata-kata yang tidak atau kurang bermakna. Hipotesis merupakan pernyataan tentang satu kebenaran. Agar kebenaran tersebut dapat dengan cepat dan mudah dipahami, maka layaknya kalau rumusannya singkat dan padat agar tidak memberi peluang untuk ditafsirkan lain-lain.
Beberapa contoh permasalah penelitian perbandingan:
- ”Adanya perbedaan antara prestasi belajar anak pria dengan anak wanita dalam pelajaran matematika?”
- ”Adakah perbedaan antara prestasi belajar matematika siswa kelas V Sekolah Dasar ditinjau dari asal daerahnya?”
- ”Apakah ada perbedaan tingkat keimanan siswa ditinjau dari latar belakang orang tua?”
Dalam penelitian biasanya peneliti tidak puas hanya sekedar mengajukan pertanyaan ada atau tidaknya perbedaan, tetapi juga mempertanyakan (andaikan ada perbedaan) signifikan tidaknya perbedaan tersebut. Rumusan permasalahannya menjadi:
- ”Adakah perbedaan secara signifikan antara prestasi belajar anak pria dengan wanita dalam pelajaran matematika?”
- ”Adakah perbedaan secara signifikan antara prestasi belajar matematika siswa kelas V Sekolah Dasar ditinjau dari asal daerah?”
- ”Apakah ada perbedaan secara signifikan tingkat keimanan siswa ditinjau dari latar belakang orang tua?”

7. Menguji hipotesis
Secara umum hipotesis dapat diuji dengan dua cara:
1. Dengan mencocokkan dengan fakta, maka diperlukan percobaan-percobaan untuk memperoleh data. Data tersebut kemudian kita nilai untuk mengetahui apakah hipotesa tersebut cocok dengan fakta tersebut atau tidak. Cara ini biasa dkerjakan dengan menggunakan desain percobaan.
2. Dengan mempelajari konsekuensi logis, maka si peneliti meneliti suatu desain di mana logik dapat digunakan, untuk menerima atau menolak hipotesa. Cara ini sering digunakan dalam menguji hipotesa pada penelitian dengan menggunakan metode noneksperimental seperti metode deskriptif, metode sejarah, dan sebagainya.
Pengujian hipotesis memerlukan tiga komponen:
• Soalan penyelidikan
• Populasi yang ditakrif dengan tepat (well-defined population)
• Alat mengukur
Untuk membuktikan sesuatu hipotesis, kaedah menguji memerlukan dua kenyataan yang bertentangan :
• Hipotesis penyelidikan (yang juga dikenali sebagai hipotesis alternatif), H1
• Hipotesis Nol (Null hypothesis), H0
• Untuk membuktikan H1 benar, biasanya kita akan cuba menbuktikan H0 tidak benar.
Ciri-ciri hipotesis H1 dan H0 ialah :
• saling eklusif (mutually exclusive) - ia itu kedua-dua hipotesis tidak boleh benar atau tidak benar pada masa yang sama
• ekhaustif (exhuastive) - tiada alternatif lain
8. Penelitian Tanpa Hipotesis
Jenis-jenis penelitian yang biasanya tanpa menggunakan hipotesis antara lain:
1. penelitian deskriptif
Penelitian deskripsi dilakukan oleh peneliti dengan harapan hasil berupa deskripsi, penggambaran, atau uraian.
2. penelitian historis
3. penelitian filosofis
4. penelitian pelacakan
Tujuan utama penelitian pelacakan adalah menguji sejauh mana efektivitas dan efisiensi sesuatu lembaga pendidikan , misalnya sekolah, institut, universitas atau program-program lain yang mempunyai tugas menyiapkan lulusannya untuk menerapkan kemampuan yang diperoleh untuk diterapkan dalam tugas pelaksanaan pekerjaan bagi penunjang kehidupannya. Dengan kata lain, penelitian pelacakan berusaha mengadakan evaluasi lembaga dengan kriteria eksternal.
5. penelitian evaluasi
Dalam penelitian evaluasi, peneliti juga hanya ingin mengetahui apakah pelaksanaan program yang dievaluasi sudah mencapai standar yang diharapkan ataukah belum. Dalam hal ini peneliti dituntut oleh sederetan kriteria yang digunakan untuk mengukur tingkat keberhasilan program. Dalam melakukan penelitian tersebut biasanya peneliti tidak mempunyai dugaan untuk jawabannya. Oleh karena itu dia tidak perlu menggunakan hipotesis dalam penelitiannya.
6. penelitian tindakan (action research)
Dalam ” The Action Research Planner”, Stephen Kemmis dan Robert Mctaggert (1982) memberikan pedoman tentang langkah-langkah yang dilalui jika seseorang melaksanakan penelitian tindakan yaitu:
a. Menyusun sebuah rencana (to develop a plan) untuk mengembangkan atau meningkatkan tindakan yang sudah dan sedang dilangsungkan.
b. Melaksanakan apa yang direncanakan (to act to implement the plan).
c. Mengadakan pengamatan terhadap akibat dari tindakan yang dilakukan (to observe the effects of action in the context in which it occurs)
d. Mengadakan refleksi berdasarkan atas akibat-akibat tindakan untuk membuat rencana tindak lanjut.
(Suharsimi,1995:67)

9. Peranan Statistika dalam Perumusan Hipotesis
Perumusan hipotesis sebagai pernyataan yang menunjukkan pertautan antara dua variabel atau lebih itu sebenarnya adalah perumusan menurut model matematis pula. Selanjutnya permusan-perumusan hipotesis dalam hipotesis alternatif dan hipotesis nol adalah konsep dalam statistika. Hipotesis nol dirumuskan atas dasar teori probabilitas. Karena itu pemahaman terhadap konsep-konsep dasar mengenai teori ini akan sangat membantu seseorang untuk merumuskan hipotesisnya secara lebih cermat.

10. Pengujian Hipotesis Dengan Data Sampel

Pengujian hipotesis menggunakan data sampel yang mungkin saja keliru. Karena itu pengujian ini perlu memperhatikan berapa besar probabilitas bahwa sampel itu berasal dari populasi tertentu. Dalam hal hipotesis H0 dan H1 maka kita ingin mengentahui berapa besar probabilitas bahwa sampel itu berasal dari populasi H0 serta berapa besar probabilitas bahwa sampel itu berasal dari populasi H1.
Dalam hal rerata, misalkan hipotesis itu adalah H0: X = 6 dan H1: X > 6, sedangkan rerata sampel adalah Xr = 6,3. Rerata sampel ini memiliki kemungkinan keliru sehingga tidak dapat langsung digunakan untuk mengambil keputusan. Kita perlu melihat berapa besar probabilitas rerata sampel ini berasal dari populasi H0 serta berapa besar probabilitas rerata sampel itu berasal dari populasi H1.
Dengan tanda = pada H0 kita memiliki satu populasi H0. Dengan tanda > pada H1 kita memiliki tak hingga banyaknya populasi H1. Dengan demikian kita tidak mungkin mencari berapa besar probabilitas bahwa data sampel berasal dari populasi H1 (Naga, 2006). Kita hanya dapat mencari berapa besar probabilitas bahwa sampel berasal dari populasi H0. Di sinilah kita temukan peranan H0 di dalam pengujian hipotesis.

Katakan saja bahwa probabilitas rerata sampel berasal dari populasi H0 adalah sebesar . Probabilitas ini kita peroleh dengan melihat kedudukan statistik data sampel pada distribusi probabilitas (kekeliruan) pensampelan untuk parameter rerata. Karena itu, pada pengujian hipotesis, kita perlu mengetahui bentuk dari distribusi probabilitas (kekeliruan) pensampelan serta kekeliruan bakunya. Berdasarkan  ini kita mengambil keputusan pada pengujian hipotesis.

Jika  besar maka terdapat probabilitas yang besar bahwa sampel berasal dari populasi H0 sehingga kita dapat memutuskan bahwa sampel berasal dari populasi H0. Dalam hal ini kita menerima H0. Sebaliknya jika  kecil, misalkan kurang dari 0,05 atau kurang dari 0,01, maka kita menjadi ragu. Kalau H0 kita terima maka kemungkinannya terlalu kecil. Kalau H0 kita tolak maka ada probabilitas sebesar  bahwa sampel betul berasal dari H0 sehingga kita mengambil keputusan yang keliru. Keputusan mana yang akan diambil, menerima H0 dengan probabilitas kecil ataukah menolak H0 dengan probabilitas keliru sebesar  (taraf signifikansi).
Biasanya kita berkeputusan untuk menolak H0 dengan risiko keliru sebesar . Ini berarti kita berkeputusan bahwa sampel kita bukan berasal dari populasi H0. Selanjutnya dengan alasan tiada pilihan ketiga, maka penolakan H0 dapat diartikan sebagai penerimaan H1. Sekali lagi, jika tiada pilihan ketiga, sehingga rumusan hipotesis statistika tidak boleh memberi peluang untuk adanya pilihan ketiga selain pasangan H0 dan H1.
(Dali S. Naga, 2006)